Perubahan karakteristik debit sungai akibat kegiatan antropogenik berdampak langsung pada segala mahluk hidup yang bergantung pada sungai tersebut. Selain daripada manusia, sungai merupakan tempat hidup ekosistem akuatik yang perlu dijaga kelestariannya. Dari sisi hidrologi mitigasi terhadap kebutuhan minimal air di sungai ini sudah dituangkan dalam bentuk ”debit lingkungan” atau ”debit pemeliharaan”, salah satu metode yang disarankan dalam aturan PP No. 38 Tahun 2011 adalah Q95. Akan tetapi metode ini hanya didasarkan pada kebutuhan debit minimum sungai, tanpa melihat respon ekosistem yang ada di dalamnya.
Maksud dan tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar perubahan karakteristik debit (kesenjangan debit / gap) pada sungai citarum hulu, melakukan indentifikasi kondisi ekosistem serta memperoleh probabilitas debit dan karakteristik hidrolik sungai yang paling optimum untuk yang mengakomodir kebutuhan ekosistem yang ada.
Dalam penelitian ini digunakan tiga metode pendekatan, yaitu: pendekatan hidrologi, pendekatan hidrolika, dan pendekatan kondisi optimum ekosistem. Untuk analisa hidrologi, pemodelan simulasi debit yang terkalibrasi di PDA Nanjung dilakukan terhadap 8 (delapan) lokasi titik tinjau di sepanjang Sungai Citarum Hulu baik dari kondisi debit sesaat, kondisi Q90, Q95, maupun Q97.5. Nilai debit tersebut kemudian dijadikan input/syarat batas pada pemodelan hidrolika untuk memperoleh karakteristik hidrolika seperti kecepatan dan kedalaman di tiap-tiap lokasi tinjauan. Berikutnya kondisi optimum dari spesies ekosistem yang teridentifikasi disandingkan dengan parameter hidrologi dan hidrolika agar disimpulkan bahwa kondisi lingkungan yang ada masih dalam kondisi yang optimum atau tidak untuk tumbuh kembang spesies ekosistem representatif.
Kesenjangan (gap) debit dilakukan terhadap tiga periode tahun pengamatan (2004-2009, 2010-2015, dan 2016-2022). Hasilnya menunjukkan bahwa pada PDA yang berlokasi di hulu (Majalaya) terjadi kecendrungan penurunan debit di bulan Januari hingga April sebesar 10.9%. Untuk periode bulan Mei hingga Agustus serta bulan September hingga oktober terjadi kecendrungan kenaikan debit sebesar 56.5% dan 39.4%. Rata-rata debit maksimum pada PDA Majalaya ini turun sebesar 13.8% sedangkan kondisi rata-rata debit minimum naik sebesar 175.2%. Di PDA hilir (Nanjung) kondisi debit mempunyai kecendrungan peningkatan pada bulan Januari hingga April sebesar 16.8%, periode bulan Mei hingga Agustus juga mengalami kenaikan hingga 6.3%. Demikian juga dengan periode bulan September hingga Desember yang mengalami kecendrungan naik hingga 27.9%. Jika dibandingkan dengan curah hujan rata-rata yang berada di sekitar lokasi PDA, nilai curah hujan yang turun tidak berubah secara signifikan. Dengan demikian faktor tutupan lahan menjadi salah satu indikasi terjadi peningkatan debit di sungai namun dengan karakteristik curah hujan yang hampir tidak berubah.
Hasil dari analisa hidrologi dan hidrolika menunjukkan bahwa dari 8 lokasi titik tinjauan nilai debit Q95 bervariasi dari 0.002 m3/dtk di hulu (Situ Cisanti) sampai 6.31 m3/dtk di hilir (Nanjung). Kecepatan aliran juga bervariasi dari 0.007 m/dtk hingga 0.54 m/dtk. Begitu juga dengan kedalaman air di sungai dari 0.17 m sampai 2.0 m.
Identifikasi ekosistem dilakukan terhadap 8 jenis ekosistem yang berada di sekitar bantaran Sungai Citarum hulu di 8 lokasi tinjauan. Ditemukan 126 sampling ekosistem baik dari jenis tanaman (54%), bentos (13.5%), serangga (10.3%), ikan (9.5%), burung (3.2%), amfibi (1.6%), reptil (0.8%), dan moluska (7.1%). Dari 12 jenis ikan yang ditemukan, 8 jenis (66.7%) merupakan spesies non-lokal dan sisanya (33.3%) merupakan ikan spesies lokal. Dengan membandingkan kajian dengan tahun 2012 pada lokasi yang sama disimpulkan bahwa ekosistem ikan lokal yang masih ditemukan adalah Ikan Wader (genus binotatus).
Kondisi optimum ekosistem representasi di tiap titik tinjauan kemudian dibandingkan dengan aspek hidrologi dan hidrolika. Hasilnya, terdapat 4 lokasi yang yang aspek lingkungannya terpenuhi untuk tumbuh kembang ikan yang ada dengan beberapa persentase debit yang berbeda. Lokasi tersebut adalah Cihawuk dengan Q90, Bojongsari dengan Q88, Rancamanyar dengan Q95, dan Nanjung dengan Q97.2. Untuk lokasi lain, faktor kecepatan air yang terlalu lambat menyebabkan tumbuh kembang ekosistem ikan menjadi tidak optimal.