digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Teleterapi muncul sebagai salah satu pilihan layanan kesehatan alternatif ketika pandemi COVID-19 mewabah beberapa waktu lalu. Teleterapi dianggap ideal untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan sambil mematuhi peraturan mengenai jarak fisik. Para peneliti terdahulu menyatakan bahwa teleterapi mendapat respon yang relatif positif dari penggunanya. Penelitian mereka hanya dilakukan selama pandemi; oleh sebab itu, diperlukan studi di situasi pasca pandemi. Studi yang dilakukan saat ini mengisi gap pengetahuan tersebut dengan menggunakan pendekatan fenomenologis untuk menanyakan kepada delapan terapis yang menangani masalah perkembangan anak tentang persepsi mereka terhadap teleterapi setelah pandemi. Adapun empat tema utama yang muncul dari analisis tematik penulis: Peran dalam Teleterapi, Aspek-Aspek Teknologi dalam Teleterapi untuk Masa Pasca-Pandemi, Keputusan-Keputusan Melakukan Teleterapi untuk Masa Pasca-Pandemi, dan Kondisi Bekerja pada Masa Pasca- Pandemi. Karena adanya kekhawatiran mengenai efektivitas, pemahaman pasien, dan kesulitan teknologi, penulis menemukan bahwa terapis mempunyai pandangan negatif terhadap teleterapi. Mereka juga menegaskan bahwa, setelah pandemi resmi berakhir, sesi tatap muka dapat dilanjutkan kembali seperti sebelumnya, sehingga perawatan jenis ini tidak lagi relevan. Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada para penyedia layanan kesehatan mengenai teleterapi pada periode pasca-pandemi dan menjadi pertimbangan untuk menerapkan terapi ini dalam program bisnis mereka.