Lembang telah berkembang menjadi wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk
dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tiap tahunnya yang menyebabkan
pembangunan fisik terus terjadi. Perpaduan antara kepadatan penduduk,
pembangunan fisik, serta ancaman-ancaman bahaya yang berpotensi terjadi di
wilayah Lembang seperti Sesar Lembang, aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban
Perahu, dan longsor, menjadikan Lembang sebagai wilayah yang rentan terhadap
multi bencana. Secara teori, kerentanan sendiri terbentuk dari suatu proses yang
panjang dan dipengaruhi erat oleh persepsi risiko seseorang yang kemudian juga
mempengaruhi tindakan kesiapsiagaan terhadap risiko bencana. Karena itu, studi
teknis kebencanaan tidak dapat dilepaskan dari aspek sosial ekonomi yang
menjadi latar belakang proses pembentukan kerentanan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi proses pembentukan kerentanan dan risiko pada
masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah di Lembang sebagai aktor-aktor yang
mempunyai peran penting dalam upaya pengurangan risiko bencana.
Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa persepsi risiko bencana dan
tindakan kesiapsiagaan di Lembang masih rendah. Hal ini dibuktikan diantaranya
dengan konstruksi bangunan yang tidak baik dan tidak mempertimbangkan
bencana, pemilihan lokasi rumah tinggal dan tempat usaha yang tidak baik, alih
fungsi lahan karena tidak adanya aturan zonasi, dan tidak adanya program
pengurangan risiko bencana yang terencana dengan baik di tingkat daerah.
Beberapa akar permasalahan yang teridentifikasi mempengaruhi rendahnya
persepsi dan tindakan kesiapsiagaan adalah tingkat pendidikan dan perekonomian
yang rendah, keterbatasan informasi kebencanaan, political will terhadap upaya
pengurangan risiko bencana yang rendah dari pemerintah, dan faktor budaya,
historis, dan kepercayaan dari masyarakat, pengusaha maupun pemerintah daerah.
Untuk mengurangi risiko bencana yang berangkat dari pemahaman mengenai
proses pembentukan risiko yang didapat dari penelitian ini, diperlukan adanya
peningkatan kapasitas masyarakat, pengusaha maupun pemerintah, perencanaan
program pengurangan risiko bencana yang baik di tingkat pemerintah daerah dan
mengubah paradigma reaktif menjadi peventif dan antisipatif terhadap bencana
yang melibatkan seluruh stakeholders, serta peraturan zonasi dan aturan bangunan
untuk mengendalikan pemanfaatan ruang di wilayah Lembang.