ABSTRAK Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 1 Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 2 Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 3 Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 4 Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 5 Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 6 Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
PUSTAKA Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
LAMPIRAN Zarkis Dwi Bernarvi
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Transformasi angkutan perkotaan lintas wilayah menjadi suatu upaya untuk
memfasilitasi kebutuhan mobilitas komuter di kawasan-kawasan perkotaan besar,
termasuk di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Mobilitas komuter di
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung paling banyak berasal dari Kabupaten
Bandung menuju Kota Bandung, tetapi masih dilakukan dengan sangat
mengandalkan kendaraan pribadi. Layanan angkutan umum di Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung masih kurang diminati oleh mayoritas penduduk
hingga muncul lah layanan Trans Metro Pasundan (TMP) yang dapat diandalkan.
Namun, kemunculan layanan TMP justru memicu berbagai pertentangan dari
kalangan angkutan umum eksisting, salah satunya angkot trayek Soreang—
Leuwipanjang pada Koridor 1D. Pada Koridor 1D, penolakan atau resistensi
sekelompok operator angkot trayek Soreang—Leuwipanjang mengakibatkan
terhentinya layanan bus pada beberapa titik sehingga dilakukan upaya pengelolaan
konflik untuk mengembalikan layanan TMP seperti semula. Mengacu kepada
teori konflik, teori manajemen konflik, serta peraturan perundangan, penelitian ini
akan menggambarkan manajemen konflik dalam upaya penanganan resistensi
angkot trayek Soreang—Leuwipanjang terhadap operasi bus TMP Koridor 1D.
Dilakukan analisis kualitatif menggunakan analisis konten serta kerangka
perumusan manajemen konflik Fisher (2000) untuk mengidentifikasi kondisi
konflik serta bentuk manajemen konflik terhadap upaya pengelolaan konflik yang
telah dilakukan. Berdasarkan analisis, diperoleh rangkaian kronologi peristiwa
konflik, bentuk pola interaksi pihak-pihak pada kondisi sebelum dan setelah
kembalinya layanan TMP Koridor 1D seperti semula, dinamika meliputi dua fase
rangkaian tahapan konflik dengan kemungkinan terjadinya fase ketiga, serta
bentuk upaya-upaya pengelolaan konflik yang telah dilakukan meliputi konsiliasi
dan tawar-menawar. Resistensi angkot trayek Soreang—Leuwipanjang terhadap
operasi bus TMP Koridor 1D, sebagai suatu bentuk konflik, telah dipicu akibat
adanya perbedaan pemahaman dan kepentingan antara pihak operator angkot
trayek Soreang—Leuwipanjang dengan penyelenggara layanan TMP Koridor 1D
setempat. Pada studi ini, manajemen konflik tidak hanya digambarkan dengan
merinci tindakan-tindakan penanganannya, tetapi dikelompokkan jugaviii
berdasarkan bentuk strategi dan mekanisme manajemen konfliknya. Terakhir,
direkomendasikan beberapa strategi manajemen konflik yang dapat
dikembangkan untuk menangani resistensi angkot trayek Soreang—Leuwipanjang
terhadap operasi bus TMP Koridor 1D. Rekomendasi strategi dibentuk dengan
memetakan strategi jalan pembuka yang kemudian dikontekskan berdasarkan
persoalan utama konflik.