digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Purna Sulastya Putra
PUBLIC Irwan Sofiyan

Karakteristik endapan yang dihasilkan oleh tsunami dengan gelombang berperiode pendek belum dipelajari. Penelitian geologi endapan tsunami lebih banyak dilakukan pada endapan dari tsunami berperiode panjang yang dihasilkan oleh gempabumi. Kejadian tsunami 28 September 2018 di Palu dan tsunami 22 Desember 2018 dari aktivitas Gunungapi Anak Krakatau di Selat Sunda memberi kesempatan untuk dapat melakukan studi geologi karakteristik endapan tsunami berperiode pendek, yaitu tsunami dengan panjang gelombang kurang dari 10 km dan periode kurang dari 10 menit. Studi disertasi ini meliputi studi literatur, survei lapangan, analisis laboratorium berupa analisis sedimentologi (besar butir, Loss on Ignition), foraminifera dan geokimia (XRF), serta eksperimen kualitatif penggerusan tsunami. Observasi lapangan dan pengambilan sampel endapan tsunami dilakukan pada masing-masing tiga lintasan untuk tsunami Palu 2018 dan tsunami Anak Krakatau 2018. Masing-masing analisis laboratorium dilakukan terhadap 300 sampel endapan tsunami. Endapan tsunami berwarna lebih terang dibandingkan lapisan soil pra-tsunami di bawahnya. Berdasarkan pengamatan lapangan dan hasil analisis laboratorium, struktur sedimen pada endapan tsunami yang dominan adalah struktur penghalusan ke atas disusul struktur pengkasaran ke atas, dan dijumpai juga endapan tsunami tanpa struktur sedimen pada beberapa titik observasi. Ketebalan endapan tsunami adalah tipis (maksimal 10 cm), tebal fluktuatif dan sangat dipengaruhi oleh mikrotopografi. Pemilahan endapan tsunami adalah buruk, karena terdiri dari beberapa fraksi ukuran butir. Jika dibandingkan dengan soil pra-tsunami, kandungan unsur Ca, Sr, dan kandungan material karbonat adalah lebih tinggi dalam endapan tsunami. Sebaliknya, kandungan unsur Fe, Ti, dan kandungan material organik dalam endapan tsunami lebih rendah daripada di dalam lapisan pra-tsunami. Secara horisontal ke arah darat, kandungan unsur asal laut pada endapan tsunami Palu 2018 adalah naik, namun pada endapan tsunami Anak Krakatau 2018 karakter perubahan nilai kandungan unsur asal laut secara horisontal tidak begitu jelas karena kandungan unsur Ca, dan Sr secara horisontal adalah cenderung stabil. Karakter lain dari endapan tsunami Palu 2018 dan tsunami Anak Krakatau 2018 adalah tidak serupanya jumlah spesimen dan jenis spesies foraminifera di dalam endapan tsunami pada setiap transek. Meskipun demikian, Calcarina calcar dan Ammonia beccarii adalah dua spesies yang paling mendominasi di dalam endapan tsunami Palu 2018 dan Anak Krakatau 2018, dan hampir tidak ditemukan pada endapan soil pra-tsunami. Endapan tsunami mengandung foraminifera juvenil (proporsi hingga 5%). Foraminifera planktonik dalam endapan tsunami adalah sedikit, tidak ditemukan pada semua titik observasi. Kondisi foraminifera sebagian besar tidak rusak (maksimal yang rusak adalah 13%). Berdasarkan elaborasi data geologi (kandungan foraminifera), hasil eksperimen penggerusan, serta formulasi hidrodinamika perhitungan wavebreak, endapan tsunami Palu 2018 dan tsunami Anak Krakatau 2018 dominan bersumber dari kedalaman dasar laut maksimum 17 m untuk tsunami Palu 2018 dan maksimum 11 m untuk tsunami Anak Krakatau 2018. Keterdapatan foraminifera belum dapat digunakan untuk menentukan kedalaman definitif gerusan tsunami, hanya bisa sampai kisaran kedalaman, sehingga diperlukan pemetaan fasies foraminifera modern di seluruh zona rawan tsunami, untuk mendapatkan spesies kunci yang memiliki habitat yang sempit dan bersifat lokal. Berdasarkan pengamatan eksperimen penggerusan dan didukung data foraminifera disimpulkan bahwa sedimen terdalam yang dapat terbawa oleh gelombang tsunami berperiode pendek tergantung dari maksimum backwash yang mampu mengerosi dasar laut yang lebih dalam dari kedalaman wavebreak, material hasil erosi backwash ini kemudian terbawa ke darat oleh gelombang tsunami selanjutnya. Kedalaman gerusan tidak tergantung pada panjang gelombang tsunaminya. Kontribusi material pra-tsunami (soil) di dalam endapan tsunami adalah sedikit. Dalam penentuan jumlah gelombang tsunami berdasarkan karakteristik endapan tsunami, pada beberapa titik pengamatan jumlah gelombang tsunami dapat teramati berdasarkan parameter sedimentologi (besar butir) dan total spesimen foraminifera. Distribusi morfologi (bentuk test) foraminifera pada endapan tsunami Palu 2018 dan Anak Krakatau 2018, secara umum menunjukkan kehadiran bentuk morfologi trochospiral dominan pada bagian bawah dan cenderung berkurang ke bagian atas, dan sebaliknya untuk morfologi planispiral. Pola perbandingan jumlah kehadiran morfologi trochospiral terhadap morfologi planispiral dalam penelitian ini tidak menunjukkan jumlah gelombang tsunami yang datang, yaitu tiga kali. Jika dibandingkan dengan endapan dari tsunami gelombang panjang, karakter endapan tsunami secara umum tidak banyak berbeda, perbedaan paling mencolok adalah endapan tsunami berperiode pendek pada kasus tsunami Palu 2018 dan tsunami Anak Krakatau 2018 memiliki persentase kehadiran struktur pengkasaran ke atas yang lebih banyak. Hasil studi ini diharapkan menjadi model geologi endapan dari tsunami berperiode pendek yang nantinya dapat digunakan sebagai analog modern dalam studi paleotsunami.