digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Gunungapi Anak Krakatau mengalami erupsi pada 22 Desember 2018 dan menyebabkan longsoran pada sebagian tubuh Gunungapi Anak Krakatau. Longsoran tersebut memicu terjadinya tsunami di daerah Selat Sunda. Salah satu daerah yang terdampak tsunami adalah Batu Hideung yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Penelitian mengenai endapan tsunami akibat longsoran tubuh gunungapi masih terbatas dan sebagian besar studi yang sudah dilakukan berfokus mengenai karakteristik endapan tsunami akibat gempabumi. Studi ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik endapan tsunami yang diakibatkan oleh longsoran tubuh gunungapi berdasarkan pengamatan megaskopis, kandungan foraminifera, analisis besar butir (granulometri), kandungan unsur kimia, dan analisis cluster serta mengetahui perbedaan karakteristik endapan tsunami akibat longsoran tubuh gunungapi dengan endapan tsunami akibat gempabumi dan endapan badai. Penelitian dilakukan pada 53 sampel dengan kode TJL pada 8 titik lokasi yang berasal dari satu lintasan transek di Batu Hideung. Pengambilan sampel merupakan bagian penelitian dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hasil pengamatan megaskopis menunjukkan karakteristik endapan tsunami daerah Batu Hideung dengan ketebalan 2-10 cm, endapan tsunami dan pra-tsunami memiliki kontak erosional tegas, warna cokelat terang hingga cokelat keabu-abuan, ukuran butir pasir halus hingga kerikil, bentuk butir menyudut-membundar, sortasi sedang-sangat buruk, terdiri dari mineral kalsit, kuarsa, feldspar, piroksen, terdapat fragmen berupa pecahan pumice, koral, dan cangkang moluska. Analisis besar butir (granulometri) menunjukkan ukuran butir pasir halus hingga kerikil sortasi sedang-sangat buruk, distribusi unimodal-bimodal namun didominasi oleh distribusi bimodal, dan menghalus ke darat. Analisis kandungan foraminifera, menunjukkan terdapat 14 spesies foraminifera bentonik dengan kondisi utuh dan sebagian pecah-pecah, lingkungan asal transisi-middle neritic, menunjukkan bahwa terjadi percampuran lingkungan asal endapan tsunami dari zona transisi, inner neritic dan middle neritic. Kandungan unsur Ca dan Sr yang merupakan penciri lingkungan laut relatif meningkat dibandingkan dengan endapan pra-tsunami, unsur Fe da Ti relatif menurun dibandingkan dengan endapan pra-tsunami. Analisis cluster menunjukkan terdapat satu hingga tiga lapisan pada endapan tsunami. Jumlah lapisan tersebut mengindikasikan jumlah gelombang tsunami yang terjadi. Perbedaan karakter endapan tsunami akibat longsoran tubuh gunungapi dengan endapan tsunami akibat gempabumi dan endapan badai dapat dilihat dari parameter sortasi dan kandungan fauna bentos yang dapat menunjukkan lingkungan asal endapan. Endapan tsunami akibat longsoran tubuh gunungapi dan gempabumi memiliki sortasi sedang-sangat buruk, sedangkan endapan badai memiliki sortasi yang baik. Kandungan fauna bentos pada endapan tsunami akibat longsoran tubuh gunungapi menunjukkan lingkungan asal endapan tsunami berasal dari transisi-middle neritic, pada endapan tsunami akibat gempabumi (tsunami Pangandaran 2006 di daerah Karapyak) berasal dari transisi-inner neritic.