UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah bagian penting dari ekonomi, apalagi untuk negara berkembang seperti Indonesia, di mana usaha-usaha tersebut mempekerjakan 97% tenaga kerja di negara. Meskipun potensi yang ditunjukkan cukup besar, khususnya juga untuk bisnis yang berbasis online marketplace, bahkan saat diterpa pandemi, UMKM tetap butuh untuk berinvestasi di bisnisnya sendiri agar dapat berkembang lebih jauh. Tetapi, meskipun beberapa investasi mudah dilihat efeknya, seperti penambahan pada penjualan setelah kampanye influencer marketing yang berhasil, efek dari investasi-investasi lain seperti investasi pada alat-alat operasional lebih sulit untuk diperhitungkan. Oseng Balayar adalah salah satu dari UMKM yang kesulitan untuk melihat efek dari investasi-investasi pada bisnisnya, yang membuatnya kesulitan untuk memprediksi nilai dari investasi-investasi tersebut. Oseng Balayar adalah sebuah usaha mikro di industri makanan dan minuman. Oseng Balayar menjual oseng khas daerah yang dibekukan; keunikan ini menjadi proposisi nilai bisnis. Tidak hanya mendapatkan keuntungan, Oseng Balayar juga dapat berperan dalam melestarikan turunan budaya Indonesia. Tetapi, Oseng Balayar telah merasakan turunnya penjualan setelah permulaan yang bagus pada 2021. Oseng Balayar telah melakukan investasi untuk menyelesaikan masalah ini, seperti dengan membeli alat presto untuk operasionalnya. Tetapi, Oseng Balayar tidak memiliki metode untuk memprediksi apakah investasi ini akan bernilai baik atau tidak. Metode-metode valuasi seperti DCF (discounted cash flow) dan marketing multiple dapat dipakai untuk memprediksi nilai sebuah investasi, tetapi metode-metode tersebut belum tentu cocok untuk UMKM, karena metode-metode tersebut dibuat berdasarkan bisnis-bisnis besar di industri yang sudah mapan. Maka, dibutuhkan sebuah metode untuk memprediksi nilai sebuah investasi di UMKM, dan metode untuk memprediksi resiko dari investasi tersebut.
Kerangka Balanced Scorecard, sebuah kombinasi dari pengukuran finansial dan non-finansial, digunakan pada riset ini. Untuk pengukuran finansial, diajukan sebuah metode yaitu metode DCF yang dimodifikasi dengan Monte Carlo. Metode Monte Carlo diintegrasikan dengan DCF untuk mensimulasikan resiko. Resiko dikuantifikasi menggunakan matriks Probability-Severity, yang biasanya digunakan pada metode Kepner-Tregoe. Untuk pengukuran non-finansial, daftar tujuan-tujuan yang sesuai dengan investasi yang dilakukan, terdiri dari perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pembelajaran & pertumbuhan, akan dituliskan, dan pengukuran-pengukuran sesuai dengan tujuan-tujuan tersebut akan juga dituliskan.
Menggunakan Oseng Balayar sebagai studi kasus, nilai investasi pada bisnis kecil akan diprediksi menggunakan metode DCF yang dimodifikasi dengan Monte Carlo. Metode Monte Carlo menggunakan input standar deviasi untuk mensimulasikan resiko. Maka, input tersebut akan disediakan oleh berat yang didapatkan dari matriks Probability-Severity. Investasi yang dinilai adalah alat presto dan warung offline. Untuk alat presto, investasi bernilai Rp2,301,744.35 saat resiko sedang, dan Rp1,466,557.76 saat resiko diminimalisir. Sedangkan untuk warung offline, didapat nilai Rp58,973,945.26 untuk resiko sedang dan Rp26,599,298.25 saat resiko diminimalisir. Dengan kata lain, Oseng Balayar tidak boleh membayar lebih dari nilai-nilai tersebut untuk investasi tersebut, sesuai dengan resiko yang dianggap nyaman. Untuk hasil pengukuran non-finansial, didapatkan bahwa investasi alat presto direkomendasikan, dan investasi warung offline direkomendasikan dengan catatan bahwa investasi di pemasaran juga harus dilakukan.