digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Inflasi properti yang terus meningkat setiap tahunnya menyebabkan harga sewa dan beli terlampau tinggi. Sedangkan laju peningkatan Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta tak sebanding dengan laju peningkatan inflasi properti. Hal ini menyebabkan Jakarta terus menyerap tenaga kerja tanpa memberikan kesempatan bagi para pekerja untuk memiliki hunian yang layak dan terjangkau serta dekat dari tempat mereka bekerja. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini ditujukan untuk menghitung berapa tingkat kesenjangan keterjangkauan (affordability gap) perumahan dengan menggunakan analisis estimasi harga hedonik perumahan dan analisis estimasi tingkat permintaan perumahan. Analisis estimasi harga hedonik perumahan dihitung dengan menentukan variabel berdasarkan atribut-atribut perumahan dalam Hedonic Pricing Method (HPM), menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan persamaan P= -58,755 + 2,519 jumlah kamar tidur + 3,315 luas tanah + 1,095 luas bangunan + 2,985 kepadatan – 19,998 dummy rawan genangan. Untuk analisis estimasi tingkat permintaan perumahan dihitung menggunakan analisis regresi linier berganda dengan persamaan LnQ = 288,646 + 0,048ln biaya kebutuhan bulanan -1,361ln usia responden + 0,038ln jarak tempuh ke tempat bekerja + 0,333ln lama bekerja – 0,225ln jumlah tanggungan + 54,970 jenis kelamin + 26,308 status pernikahan + 42,752 strata sosial +0,508 bidang pekerjaan. Sehingga, analisis kesenjangan keterjangkauan perumahan dapat dihitung dengan persamaan affordability gap, AG = MV – AP. Dengan market value (MV) sebagai harga perumahan subsidi tertinggi bagi jenjang low cost, sedangkan harga hedonik dipakai untuk jenjang middle cost dan high cost. Affordable price (AP) adalah kemampuan menabung responden untuk membeli rumah. Hasilnya, ditemukan affordability gap pada jenjang low cost dan middle cost yang masing-masing memiliki permintaan perumahan pada harga lebih rendah dari harga pasar.