Inflasi properti yang terus meningkat setiap tahunnya menyebabkan harga sewa dan
beli terlampau tinggi. Sedangkan laju peningkatan Upah Minimum Regional (UMR)
DKI Jakarta tak sebanding dengan laju peningkatan inflasi properti. Hal ini
menyebabkan Jakarta terus menyerap tenaga kerja tanpa memberikan kesempatan bagi
para pekerja untuk memiliki hunian yang layak dan terjangkau serta dekat dari tempat
mereka bekerja. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini ditujukan
untuk menghitung berapa tingkat kesenjangan keterjangkauan (affordability gap)
perumahan dengan menggunakan analisis estimasi harga hedonik perumahan dan
analisis estimasi tingkat permintaan perumahan. Analisis estimasi harga hedonik
perumahan dihitung dengan menentukan variabel berdasarkan atribut-atribut
perumahan dalam Hedonic Pricing Method (HPM), menggunakan metode analisis
regresi linier berganda dengan persamaan P= -58,755 + 2,519 jumlah kamar tidur +
3,315 luas tanah + 1,095 luas bangunan + 2,985 kepadatan – 19,998 dummy rawan
genangan. Untuk analisis estimasi tingkat permintaan perumahan dihitung
menggunakan analisis regresi linier berganda dengan persamaan LnQ = 288,646 +
0,048ln biaya kebutuhan bulanan -1,361ln usia responden + 0,038ln jarak tempuh ke
tempat bekerja + 0,333ln lama bekerja – 0,225ln jumlah tanggungan + 54,970 jenis
kelamin + 26,308 status pernikahan + 42,752 strata sosial +0,508 bidang pekerjaan.
Sehingga, analisis kesenjangan keterjangkauan perumahan dapat dihitung dengan
persamaan affordability gap, AG = MV – AP. Dengan market value (MV) sebagai
harga perumahan subsidi tertinggi bagi jenjang low cost, sedangkan harga hedonik
dipakai untuk jenjang middle cost dan high cost. Affordable price (AP) adalah
kemampuan menabung responden untuk membeli rumah. Hasilnya, ditemukan
affordability gap pada jenjang low cost dan middle cost yang masing-masing memiliki
permintaan perumahan pada harga lebih rendah dari harga pasar.