digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Hazza Shafa Ramadhana
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi – akrab dikenal dengan SKK Migas – merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Salah satu hal yang dikelola oleh SKK Migas adalah perihal aset hulu migas yang dianggap sebagai Barang Milik Negara (BMN) karena merupakan salah satu sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk setiap Kontrak Kerja Sama yang dijalin dengan kontraktor (K3S) dalam rangka memproduksi migas, SKK Migas turut mengelola utilisasi aset hulu migas oleh K3S untuk mengoptimalkan PNBP. Ditemukannya deadstock material persediaan senilai Rp 1.7 trilliun per Q4 2022 mengindikasikan bahwa pengelolaan aset hulu migas belum dilaksanakan secara optimal, dan hal ini disebabkan oleh departementalisasi pengelolaan aset hulu migas di struktur organisasi lama SKK Migas yang menghambat proses koordinasi dan pengambilan keputusan antar pihak pengelola aset hulu migas. Dengan dilaksanakannya restrukturisasi organisasi, pengelolaan aset hulu migas menjadi dipusatkan di bawah satu divisi yang sama, dan hal ini menyediakan momentum untuk melakukan integrasi dan perbaikan proses bisnis dari fungsi-fungsi manajemen aset yang sebelumnya terpisah. Untuk melakukan integrasi dan perbaikan proses bisnis manajemen aset hulu migas, digunakan metodologi Model-Based & Integrated Process Improvement (MIPI) yang terdiri atas sejumlah tahapan. Untuk memahami kebutuhan bisnis di tahapan pertama, dilakukan dengan mengidentifikasi visi & misi, rencana strategis, serta menilai kapabilitas perusahaan untuk melakukan perbaikan proses bisnis melalui project radicalness assessment. Untuk memahami proses bisnis existing perusahaan di tahapan kedua, digunakan (1) workflow survey untuk mengidentifikasi proses bisnis dan (2) format Process Classification Framework, RACI Matrix, dan cross-functional flowchart untuk memodelkannya. Proses bisnis existing yang telah diidentifikasi kemudian dianalisis lebih lanjut pada tahapan ketiga berdasarkan konsep Improvement Technique Wheel dengan melakukan analisis SALT, value-added assessment, dan waste assessment. Dengan diketahuinya komposisi value- added dan waste pada proses bisnis existing, proses bisnis dapat dirancang ulang pada tahapan keempat melalui pemasangan tipe waste dengan tipe perbaikan ESIA berdasarkan panduan Andersen. Implementasi dari rancangan proses bisnis usulan direncanakan pada tahapan kelima dengan membentuk Project Charter. Rancangan proses bisnis usulan juga dinilai terhadap rancangan existing pada tahapan terakhir berdasarkan hasil value-added assessment dan waste assessment. Dengan menggunakan metodologi MIPI, ditemukan proses bisnis existing dengan komposisi real value-added, business value-added, dan non value-added sebesar 28%, 65.6%, dan 6,4% secara berturut-turut, dengan kontribusi waste terbesar berasal dari proses bertipe business value-added. Dari hasil penilaian ini, disusun rancangan proses bisnis yang mengusulkan simplifikasi, integrasi, dan automasi proses bisnis melalui pengembangan fungsionalitas sistem existing manajemen aset hulu migas. Rancangan ini mampu (1) mengeliminasi proses non-value added secara sepenuhnya, (2) meningkatkan persentase proses real value-added sebesar 15,8%, serta (3) menurunkan persentase business value- added sebesar 9,4%.