digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Selama dua dekade terakhir, pengembangan material generasi baru untuk aplikasi suhu tinggi telah dilakukan melalui pengembangan material baru yang dikenal dengan istilah paduan entropi tinggi (high entropy alloys, HEA, ???????????????????????? ???? ????????????????). Material ini menawarkan pendekatan yang menjanjikan untuk memberikan kombinasi kekuatan suhu tinggi dan ketahanan terhadap korosi, sehingga menjadikannya sebagai penelitian terdepan di bidang material logam lanjut. Paduan Refraktori Entropi Tinggi (RHEA), yang sebagian besar terdiri dari logam refraktori, telah menarik perhatian khusus karena berpotensi lebih unggul pada operasi suhu tinggi dibandingkan paduan super berbasis nikel. RHEA ditandai dengan titik leleh yang tinggi dan beberapa di antaranya memiliki stabilitas termal yang luar biasa pada suhu tinggi. Karena faktor-faktor ini, pengembangan RHEA diharapkan dapat menemukan aplikasi baru di lingkungan yang ekstrem. Namun, paduan ini menunjukkan kegetasan yang ekstrem pada suhu kamar. Sejauh ini, hanya beberapa sistem paduan seperti HfNbTaTiZr, NbTiVZr, HfNbTiZr, dan HfNbTiV yang terbukti memiliki sifat yang cukup pada temperatur kamar. Telah diketahui bahwa elemen refraktori dan paduannya dibatasi oleh ketahanan oksidasi suhu tinggi yang buruk, tidak terkecuali RHEA. Untuk meningkatkan ketahanan oksidasi, Al, Cr, dan Si ditambahkan untuk membentuk lapisan oksida protektif seperti Al2O3, Cr2O3, dan SiO2. Penambahan logam non-refraktori ini merupakan metode yang menjanjikan untuk meningkatkan ketahanan oksidasi pada temperatur tinggi. Namun, penambahan Al, Cr, dan Si ke dalam RHEA memiliki peluang besar untuk membentuk senyawa intermetalik yang tidak diinginkan dan menyebabkan penggetasan pada material. Selain itu, penambahan unsur paduan seperti Al, Cr, dan Si ke dalam paduan yang mengandung Zr atau Hf memiliki efek yang terbatas karena pembentukan ZrO2 dan HfO2 yang secara termodinamika lebih disukai dibandingkan dengan Al2O3, Cr2O3, dan SiO2. Pesting, yang berarti disintegrasi substrat logam secara cepat akibat pengelupasan lapisan oksida, merupakan proses yang tidak biasa yang dapat terjadi pada suhu moderat 600-800 °C. Hingga saat ini, sebagian besar upaya penelitian berfokus pada perilaku oksidasi pada suhu yang sangat tinggi, mengabaikan ketahanan oksidasi pada suhu menengah antara 500 dan 800 °C, di mana pesting kemungkinan besar terjadi pada RHEA. Sejauh ini, hanya ada dua artikel yang menjelaskan kasus-kasus rinci tentang pesting pada RHEA yang menunjukkan minimnya pengetahuan tentang pesting pada sistem paduan ini. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi kisaran temperatur terjadinya pesting pada paduan RHEA baru AlxHfNbTiV. Perilaku oksidasi dan struktur mikro lapisan oksida dari RHEA AlxHfNbTiV yang ditambahkan unsur minor Y, dengan x bervariasi dari 0,75 hingga 1,25, diselidiki dalam penelitian ini. Sintesis material RHEA baru yaitu AlxHfNbTiVY0,05 telah berhasil dilakukan dengan teknik peleburan busur listrik. Hasil peleburan dipotong menjadi potongan berupa kupon dengan luas permukaan berkisar 200 hingga 250 mm2. Investigasi struktur mikro dan analisis difraksi sinar-X (XRD) menunjukkan terbentuknya struktur mikro yang tidak seragam dengan adanya pemisahan daerah dendritik dan interdendritik. Penambahan Al dalam jumlah rasio molarnya menghasilkan fasa amorf dengan sedikit senyawa intermetalik meskipun perhitungan termodinamika menunjukkan nilai ?Hmix = -16,2 kJ.mol-1 dan parameter ? = 5,8% yang memenuhi kriteria pembentukan fasa tunggal larutan padat. Penambahan unsur minor Y sedikit meningkatkan nilai ?Hmix yang mampu mendorong pembentukan senyawa intermetalik. Pengujian oksidasi dengan udara kering pada suhu moderat 700-900 °C dilakukan pada seluruh model paduan. Pada suhu 700 °C, seluruh model paduan mengalami pesting dengan ditemukan dua mekanisme pesting yang berbeda. Paduan tanpa penambahan Al dan Y mengalami pesting yang diakibatkan pembentukan oksida TiNb2O7 dari reaksi solid-state antar oksida Nb2O5 dan TiO2 disertai dengan penguapan oksida V2O5 yang mempercepat pengelupasan lapisan oksida. Sedangkan, penambahan Al dan Y pada paduan menyebabkan pembentukan fasa intermetalik NbAl3 dan fasa Laves NbAl2 yang menginisiasi pembentukan oksida non-protektif AlNbO4 yang tumbuh cepat dan terkendali oleh aktivitas Nb. Pembentukan oksida AlNbO4 semakin mempercepat proses pengelupasan lapisan oksida yang sebelumnya telah terjadi akibat pertumbuhan oksida Nb2O5 dan TiNb2O7 serta penguapan oksida V2O5. Meskipun demikian, kandungan Al yang lebih tinggi memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap pesting pada suhu 700 °C. Sedangkan pada suhu 900 °C, peningkatan kandungan Al mengubah laju oksidasi paduan dari hampir linier menjadi hampir parabolik. Pada penelitian ini dapat ditentukan juga bahwa suhu 800 °C merupakan suhu transisi antara pesting dan mekanisme oksidasi linier atau parabolik yang dipengaruhi oleh kandungan Al dan penambahan unsur minor Y.