digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Madaliatul Islahiyah
PUBLIC Irwan Sofiyan

Pembangunan Infrastruktur di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Infrastruktur adalah sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan (gedung) menurut Grigg (1988). Namun seperti konstruksi lainnya, pembangunan gedung juga memiliki risiko. Menurut Asiyanto (2005) dalam Ahmad (2022) Tujuh kejadian risiko yang biasa terjadi pada proyek konstruksi antara lain konstruksi pekerjaan tambah kurang (Change order; CO). Variasi (Change order) atau perubahan dapat dipahami sebagai penyimpangan dari apa yang ditentukan dan disepakati secara kontrak antara owner dan kontraktor berdasarkan biaya, ruang lingkup, durasi dan jadwal pekerjaan. Para kontraktor berpendapat Change Order merupakan hal yang tidak menguntungkan. Setiap kontraktor memiliki metode sendiri untuk melakukan penanganan pada Contract Change Order. Proyek 1 dan proyek 2 merupakan proyek yang sejenis yang ditangani oleh dua kontraktor yang berbeda yang menggunakan dana Loan dengan project delivery method ialah Design Bid Build serta perencana, konsultan pengawas dan owner yang sama. Studi penilitian ini mengkaji perbedaan penanganan Contract Change Order pada 2 proyek yang sejenis yang ditangani oleh 2 kontraktor yang berbeda. Studi literatur, Relative Importance Index (RII) dan In-Depth Analysis menjadi salah satu metode dalam menemukan indicator yang merupakan ukuran dalam penanganan Change Order dari setiap kontraktor di proyek yang sejenis. Penelitian ini penggambaran pada proses change order, faktor change order serta pengelolaan penanganan dari 2 kontraktor yang berbeda. Proses Contract Change Order di Proyek Advanced Knowledge and Skills for Sustainable Growth in Indonesia (AKSI) Universitas X lebih kompleks dibandingkan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia. Proyek AKSI memiliki 3 faktor utama yang mempengaruhi proses Contract Change Order ialah permintaan owner, perbedaan gambar dan boq serta penyesuaian kebutuhan lapangan. Proses Contract Change Order di Proyek Advanced Knowledge and Skills for Sustainable Growth in Indonesia (AKSI) Universitas X tidak lepas dari organisasi proyek. Organisasi proyek di proyek AKSI memiliki banyak stakeholder yang terlibat, sehingga apabila terjadi suatu permasalahan harus didiskusikan dan meminta persetujuan oleh pihak atas (PMU, PMC, Direktorat Jendral Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pendidikan Tinggi, Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, ADB) selanjutnya disampaikan kepada pihak bawah (PIU, PPK, Tim Teknis, PMSC, DEDC, Kontraktor). Di dalam mengkaji Change Order peneliti menggunakan framework Change Event dan Change Management Toolkit. Terdapat perbedaan penanganan dari kontraktor 1 dan kontraktor 2. Penanganan kontraktor 1 menangani contract change order dengan cara mengajukan item baru dengan harga baru serta metode baru yang disampaikan kepada setiap stakeholder guna memanfaatkan change order untuk menutup kerugian yang ada. Penanganan kontraktor 2 menangani contract change order melakukan perubahan spek dengan isu TKDN sehingga kontraktor 2 dapat melakukan pengajuan item baru dengan harga baru. Dalam menghadapi desain yang berlarut-larut, kontraktor 1 membuat desain sementara. Dalam menghadapi desain yang berlarut-larut, kontraktor 2 menindaklanjuti dan berkoordinasi langsung dengan pihak perencana. Penanganan kontraktor 1 menangani contract change order apabila terdapat pekerjaan yang darurat (urgent) pihak kontraktor 1 segera menghubungi PMSC, dan Tim Teknis. Selanjutnya pekerjaan tersebut dikerjakan terlebih dahulu sembari menunggu proses birokrasi change order, agar tidak menghambat progress pekerjaan yang lainnya. Penanganan kontraktor 2 menangani contract change order apabila terdapat pekerjaan yang darurat (urgent) pihak kontraktor 2 tetap mengerjakan terlebih dahulu namun dengan syarat sudah terdapat tanda tangan Berita Acara Negosiasi Pekerjaan (tetap melalui proses birokrasi change order namun tidak keseluruhan dilakukan) dikarenakan pihak pusat kontraktor 2 meminta hal tersebut. Penanganan kontraktor 1 melakukan metode pelaksanaan yang berbeda namun tetap sesuai dengan spesifikasi teknis. Penanganan kontraktor 2 melakukan perubahan spesifikasi teknis dengan menggunakan vendor anak Perusahaan kontraktor 2. Kontraktor 1 mengedepankan biaya dan waktu. Kontraktor 2 mengedepankan mutu dan waktu. Change order ini memperbaiki target kinerja melalui perubahan kurva S aktual yang sebelumnya tidak sesuai dengan rencana. Dengan kriteria seleksi berupa penawaran terendah dan tetap memilih kontraktor tersebut meskipun lebih rendah dari OE maka tampaknya kontraktor kesulitan menangani change order. Kesulitan utama kontraktor diakibatkan ruang gerak yang minim. Hal ini juga menimbulkan permasalahan bagi subkontraktor. Subkontraktor yang dipilih memiliki kompetensi kurang baik dikarenakan ketersediaan pendanaan yang rendah. Akibat Contract Change Order proyek mengalami keterlambatan kurang lebih 3 bulan (Proyek 1 dan Proyek 2).