digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung api terbanyak di dunia, salah satu paling aktif adalah Gunung Merapi. Gunung Merapi hingga saat ini masih menunjukkan aktivitasnya dan salah satu erupsi terbesar dalam beberapa dekade terakhir terjadi pada tahun 2010. Sungai Kuning merupakan salah satu sungai yang berhulu dari Gunung Merapi dan terdampak aliran lahar dingin. Pada wilayah kajian terdapat 10 (sepuluh) sabo dam yang berfungsi sebagai pengendali aliran lahar. Penelitian ini membahas kapasitas sungai dan sabo dam dalam mengalirkan lahar dingin, serta analisis pengendalian sedimen pada kondisi eksisting dan setelah adanya sabo dam usulan yaitu KU-RRD2 dan KU-RRD1 berdasarkan kala ulang 2 hingga 100 tahun. Pemodelan hidraulik lahar dingin menggunakan perangkat lunak HEC-RAS 2D non-Newtonian dengan data DEM hasil pengukuran LiDAR tahun 2012. Peristiwa banjir lahar dingin pada tanggal 25 November 2010 pasca erupsi Gunung Merapi digunakan sebagai parameter kalibrasi hasil analisis hidraulika dan erosi sedimentasi. Hasil penelitian diperoleh bahwa Sungai Kuning mampu mengalirkan banjir lahar pada periode ulang 2 hingga 100 tahun pada kondisi tanpa sabo dam. Pada kondisi eksisting dengan sepuluh sabo dam, terjadi limpasan pada Sabo Dam KU-Rejodani mulai periode ulang 5 tahun. Hal ini diverifikasi dengan perhitungan manual yang mana sejalan dengan hasil simulasi hidraulika. Pembangunan tanggul menjadi salah satu cara efektif dalam meminimalisir limpasan. Tanggul setinggi 1,5 meter di hulu sabo dam KU-Rejodani mampu meningkatkan kapasitas sungai hingga Q100. Penambahan sabo dam di hulu relatif tidak mempengaruhi limpasan lahar yang terjadi. Hasil pemodelan transport sedimen menggunakan debit Q2 dan Q100 didapatkan bahwa Sabo dam cukup efektif dalam menampung sedimen. Pasca teraliri banjir satu kali, mayoritas sabo dam masih belum penuh kapasitas tampungnya. Contoh pada sabo dam KU-C9a, diperlukan setidaknya 6-7 kali banjir lahar dingin Q2 untuk memenuhi tampungan sedimen. Namun hal ini cukup wajar karena berdasarkan data historis, setidaknya terjadi 31 kejadian aliran lahar dingin di Sungai Kuning pasca erupsi 2010. Pembangunan 10 unit sabo dam di wilayah kajian mampu mengurangi volume sedimentasi di hilir sungai mencapai 2434 m3 atau 30,30% pada Q2. Sedangkan untuk Q100, terjadi pengurangan volume sedimentasi mencapai 3589 m3 atau 32,85%. dibandingkan tanpa dibangun sabo dam. Pembangunan 2 unit sabo dam tambahan mampu mengurangi volume sedimentasi di hilir sungai mencapai 3044 m3 atau 37,87% pada Q2, atau kemampuan reduksi sedimentasi di hilir naik mencapai 7,57% dibanding kondisi eksisting dengan 10 sabo dam. Sedangkan pada Q100, terjadi pengurangan volume sedimen mencapai 4887 m3 atau 37,38%, atau kemampuan reduksi sedimentasi di hilir naik mencapai 4,53% dibanding kondisi eksisting dengan 10 sabo dam. Sabo dam cukup efektif mereduksi erosivitas aliran pada bagian hilir. Seperti pada hulu Jembatan Sambirejo, awalnya berpotensi menggerus dan membawa butir besar berukuran hingga 230 mm, setelah adanya sabo dam, penurunan kecepatan aliran mencapai 36% pada Q100, risiko berkurang menjadi hanya mampu menggerus dan butiran berukuran hingga 66 mm. Sepuluh unit sabo dam eksisting cukup efektif dalam mengendalikan aliran lahar dengan membendung aliran sehingga meningkatkan waktu datangn ke titik tinjau di bagian hilir mencapai 40 menit sedangkan penambahan dua sabo dam di hulu mampu menambah waktu datang lagi sebanyak 15 – 20 menit sebagai upaya peningkatan mitigasi bencana lahar dingin.