digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Banjir bandang atau debris flows dikenal mempunyai kecepatan aliran yang sangat cepat dan kekuatan menghancurkan yang besar. Sebagai suatu bencana daya rusak air, fenomena banjir bandang tersebut telah terjadi pada tanggal 12 Desember 2019 di Sungai Magila dan tanggal 9 Agustus 2020 di Sungai Tamurai. Kejadian bencana ini menimbulkan dampak korban jiwa dan kerusakan pada infrastruktur permukiman Desa Bolapapu dan Desa Boladangko, fasilitas umum, serta areal persawahan dan perkebunan masyarakat setempat. Sungai Magila dan Sungai Tamurai mempunyai tantangan terhadap kondisi morfologi, terutama pada bagian hulu sungai yang masih menyimpan material-material besar yang membahayakan wilayah tengah hingga hilir sungai jika terbawa aliran hujan ataupun banjir. Upaya penanganan dan rekonstruksi terhadap kerentanan kedua sungai ini sedang dilaksanakan melalui pembangunan Bangunan Pengendali Sedimen (BPS) berupa rangkaian sabo dam dan consolidation dam serta kegiatan river improvement berupa perkuatan tebing sungai dan normalisasi badan sungai. Dalam penelitian ini, akan dilakukan kajian pengaruh upaya yang sedang dilaksanakan tersebut terhadap perubahan morfologi sungai terutama aspek permasalahan banjir dan aspek potensi degradasi dan agradasi sungai. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan respon sungai terhadap perubahan morfologi kajian antara kondisi sungai pra-penanganan (eksisting) dengan kondisi sungai pasca-penanganan (desain). Pendekatan topografi dan hidrologi dilakukan dengan menggunakan metode dan alat bantu terkait seperti program ArcGIS dan program HEC-HMS. Pemodelan hidraulika dan pemodelan sungai dilakukan dengan menggunakan pendekatan pada program HEC-RAS disertai penggunaan parameter non-Newtonian untuk mengakomodir aliran berkonsentrasi sedimen yang tinggi. Kejadian bencana banjir bandang pada Sungai Magila dan Sungai Tamurai yang telah terangkum didalam Laporan Kejadian Banjir Besar oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III Palu digunakan sebagai parameter verifikasi terhadap analisis dan pemodelan yang dilakukan. Analisis respon sungai terhadap perubahan morfologi ditinjau terhadap intervensi debit banjir rencana kala ulang 100 tahun (Q100) dengan pengaruh sedimen (debris) dan debit aliran normal dengan kala ulang 2 tahun (Q2). Hasil analisis banjir dengan menggunakan debit Q100 pada Sungai Magila dan Sungai Tamurai memiliki hasil yang cukup identik. Simulasi yang dilakukan memperlihatkan bahwasanya sungai eksisting belum mempunyai kapasitas yang memadai dalam menampung dan mengalirkan aliran. Limpasan dominan terjadi pada bagian hilir sungai yang ditempati oleh areal persawahan masyarakat setempat dengan tinggi luapan maksimum sebesar 24,6 cm. Kapasitas sungai dalam mengalirkan debit Q100 tercapai pada simulasi sungai desain yang ditandai dengan tidak adanya lagi limpasan yang terjadi pada kedua sungai. Disamping itu, pada kedua sungai tidak terjadi permasalahan banjir ketika analisis menggunakan debit Q2 untuk masing-masing kondisi sungai eksisting dan sungai desain. Sungai Magila dan Sungai Tamurai dengan kondisi desain mampu mereduksi kecepatan dan energi total aliran terhadap kondisi eksisting. Pada Sungai Magila dengan menggunakan debit Q100, reduksi kecepatan terbesar dan reduksi energi total terbesar terjadi pada bagian hulu sabo dam dengan nilai berurutan sebesar 76,30% dan 68,17%. Sedangkan dengan menggunakan debit Q2, reduksi kecepatan terbesar terjadi pada bagian hulu sabo dam dengan nilai reduksi sebesar 60,35% dan reduksi energi total terbesar terjadi pada bagian hulu consolidation dam 1 dengan nilai reduksi sebesar 45,79%. Untuk Sungai Tamurai, analisis dengan menggunakan debit Q100 memperlihatkan bahwasanya reduksi kecepatan terbesar dan reduksi energi total terbesar terjadi pada bagian hulu sabo dam dengan nilai berurutan sebesar 92,16% dan 73,37%. Pada aliran dengan menggunakan debit Q2, reduksi kecepatan terbesar dan reduksi energi total terbesar Sungai Tamurai juga berada pada bagian hulu sabo dam dengan nilai berurutan sebesar 88,61% dan 81,89%. Potensi perubahan volume sedimen juga mengalami reduksi pada kondisi sungai desain terhadap kondisi sungai eksisting untuk kedua sungai. Sungai Magila dengan simulasi menggunakan debit Q100 mengalami reduksi potensi degradasi dari kondisi eksisting sebesar 2,823x1000 m3 menjadi 0,644x1000 m3 pada kondisi desain. Sedangkan dengan simulasi menggunakan debit Q2, potensi degradasi sebesar 1,328x1000 m3 dapat direduksi menjadi 0,705x1000 m3 pada kondisi desain. Untuk Sungai Tamurai, simulasi dengan menggunakan debit Q100 memberikan reduksi potensi degradasi dari kondisi eksisting sebesar 3,861x1000 m3 menjadi 1,689x1000 m3 pada kondisi desain. Sedankgan pada simulasi dengan menggunakan debit Q2, potensi degradasi sebesar 2,480x1000 m3 pada kondisi eksisting direduksi dan berubah menjadi potensi agradasi sebesar 2,309x1000 m3 pada kondisi desain. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, upaya penanganan pada kedua sungai melalui pembangunan Bangunan Pengendali Sedimen (BPS) dan kegiatan river improvement sangat efektif dalam mempersiapkan sungai untuk merespon permasalahan banjir, serta cukup optimal dalam merespon potensi degradasi dan agradasi sungai meskipun masih diperlukan upaya tambahan untuk mencapai keadaan equilibrium sungai.