digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Nindita Sari Sarasidya
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

PT Asia Aero Technology merupakan sebuah perusahaan yang bergerak pada industri penerbangan. Perusahaan ini saat ini sedang mengembangkan bisnisnya dalam jasa penyediaan suku cadang pesawat. Penyediaan suku cadang pesawat ini telah berlangsung kurang dari 10 tahun. Pada tahun 2021 menuju 2022 terjadi kenaikan signifikan pendapatan suku cadang pesawat terbang yang mulanya Rp 62.241.165,54 menjadi Rp 801.935.715,88. Hal ini berkaitan dengan kenaikan penggunaan transportasi udara setelah angka pasien COVID 19 menurun. Kenaikan demand menyebabkan kegiatan procurement tidak terkontrol dengan baik akibat tidak adanya standar yang sesuai dan menyebabkan pekerja yang memberikan layanan pengadaan (procurement) suku cadang tidak memberikan performa yang seragam. Dengan singkatnya usia kegiatan pengadaan suku cadang ini, Managing Director perusahaan beranggapan bahwa kegiatan pengadaan suku cadang pesawat terbang perlu ditinjau ulang. Saat ini, kegiatan procurement masih menugaskan pekerja divisi business development untuk mengerjakan layanan pengadaan suku cadang. Hal ini disebabkan kurangnya kesiapan perusahaan dalam menyiapkan kegiatan pengadaan suku cadang, baik dalam aspek tatanan proses, standar prosedur, tenaga kerja, dan teknologi. Perusahaan juga sedang dalam masa persiapan penerapan restrukturisasi jabatan yang akan diterapkan. Oleh karena itu, PT Asia Aero Technology membutuhkan peninjauan ulang seluruh kegiatan pengadaan sebelum restrukturisasi perusahaan diberlakukan, termasuk pemetaan proses bisnis kegiatan pengandaan (procurement) supaya performa karyawan dapat terukur secara seragam. Pemetaan dan perbaikan proses bisnis procurement dilakukan dengan menggunakan metodologi model-based & integrated process improvement (MIPI). Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi tujuan perbaikan proses bisnis. Selanjutnya, dilakukan identifikasi dan pemetaan proses bisnis eksisting berdasarkan data sekunder perusahaan dan kegiatan focus group discussion (FGD). Proses bisnis eksisting ini akan dianalisis lebih lanjut dengan memanfaatkan value added assessment dan dilakukan penerapan benchmarking best practice menggunakan framework APQC hingga level 4. Hasil value added yang diperoleh adalah 39 aktivitas proses bisnis yang tidak memberikan nilai tambah (NVA). Selanjutnya, hasil NVA akan dilanjutkan dengan identifkasi waste assessment dengan metode ESIA. Sedangkan benchmarking best practice akan dilakukan untuk melihat potensi modifikasi proses bisnis eksisting menjadi proses bisnis usulan yang teruji lebih efisien. Proses bisnis eksisting yang berkategori NVA akan dikaitkan dengan dengan proses bisnis dari benchmarking best practice terpilih dan diintegrasikan. Usulan perbaikan proses bisnis tidak dapat menunjukkan peran jabatan yang ada. Oleh karena itu, penelitian akan dilanjutkan dengan pemetaan matriks RASCI untuk memetakan tugas. Berdasarkan proses bisnis usulan jumlah proses bisnis kegiatan procurement yang semula ada 17 proses menjadi 15 proses dan 67 aktivitas menjadi 56 aktivitas.