Arsitektur, manusia dan budaya di suatu pasar tradisional tidak dapat dipisahkan. Meskipun arsitektur hasil dari pikiran manusia dengan menciptakan berbagai bentuk ruang, budaya jual beli di suatu pasar juga mempengaruhi adanya keberhasilan sebuah rancangan arsitektur dalam sebuah pasar tradisional, yang dimana sebuah rancangan pasar tradisional dapat dikatakan berhasil ketika penghuni pasar dapat memaksimalkan hasil rancangan dengan baik dalam proses jual beli. Hal ini membuktikan arsitektur, manusia, budaya jual beli saling berhubungan satu sama lain dalam pasar tradisional. Namun terdapat masalah yang terkuak diberbagai macam pasar tradisional di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu pasar kini berevolusi menjadi pasar yang dirancang untuk menampung kebutuhan manusia saat berbelanja. Namun dalam kenyataannya hasil evolusi sebuah pasar tradisional kini tidak sesuai dengan harapan, ini dikarenakan berbagai macam rancangan ruang pasar yang ada di indonesia kebanyakan ditemukan rancangan ruang yang kurang memadai dalam memenuhi kebutuhan manusia dan menciptakan ruang tanpa batas di bagian luar pasar. Fenomena-fenomena terbengkalainya ruang pasar di indonesia telah menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah setempat. Pasar Terong menjadi salah satu fenomena tersebut dimana budaya pedagang beralih beraktivitas di bagian depan pasar.
Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap produksi dan konstruksi ruang sosial terhadap pedagang Pasar Terong. Penelitian ini menggunakan teori social production of space dan social construction of space. Dalam setha low untuk mengungkap hubungan produksi & konstruksi sosial terhadap ruang, maka produksi sosial ruang yang berfokus pada kekuatan sosial, politik dan ekonomi yang mendapatkan hasil ruang dan sebaliknya, dampak ruang yang diproduksi secara sosial pada aktivitas sosial, dan konstruksi sosial ruang adalah transformasi aktual ruang-melalui pertukaran sosial, ingatan, citra, dan penggunaan sehari-hari dari latar material menjadi adegan dan tindakan yang menyampaikan makna simbolis. Kedua proses tersebut bersifat sosial dalam arti bahwa baik produksi maupun konstruksi ruang diperebutkan karena alasan ekonomi dan ideologis; memahami hal tersebut dapat membantu kita memahami bagaimana konflik lokal atas ruang dapat digunakan untuk mengungkap dan menjelaskan masalah yang lebih besar apakah ruang berpengaruh kepada perpindahan aktivitas jual beli di Pasar Terong.
Hasil penelitian ini menemukan penyebab terproduksi sosial ruang pada luar Pasar Terong tumpah dibagian depan pasar selain dari tidak tepatnya sebuah peracangan yang telah dibuat oleh pemerintah, reproduksi pedagang juga tercipta karena adanya kegiatan ekonomi yang mendasari para pedagang lebih memilih ke depan Pasar Terong. Hal ini lah yang membuat para pedagang beralih beraktivitas ke depan Pasar Terong sehingga membuat jalan depan pasar menjadi rawan kemacetan.
The social construction of space tercipta karena adanya sebuah produksi sosial yang terjadi di daerah luar pasar, yang pada awalnya memang pedagang Pasar Terong Kota Makassar bermula dari Pasar Kalimbu’ yang menjadi ibu kandung dari Pasar Terong. Terciptanya sebuah konstruksi sosial di luar Pasar tidak lepas dari konflik terhadap kebijakan pemerintah, sehingga membuat persaudaraan atar pedagang lebih erat. Mereka yang berdagang di luar pasar yang kurang lebihnya sekarang mewarisi dari orang tua ataupun kerabat, memiliki daerah tertentu sehingga mereka semakin erat dalam mempertahankan daerah tempar berdagang mereka.