Berdasarkan studi terbaru pasar batubara yang dilakukan oleh International Energy Agency,
harga batubara sangat fluktuatif selama lima tahun terakhir. Pada Q3 2022 harga batubara
melonjak hingga 2 kali lipat dari pertengahan tahun 2022. Volatilitas harga batubara telah
mempengaruhi perusahaan batubara di Indonesia, sehingga berdampak besar terhadap
pendapatan dan nilai saham. Selain itu, meningkatnya komitmen global untuk mengatasi
perubahan iklim diperkirakan akan menghasilkan penerapan peraturan emisi karbon yang lebih
ketat pada tahun 2030. PT. Indika Energy adalah perusahaan energi yang sangat bergantung
pada harga batubara, yang menyumbang antara 75% hingga 88% dari pendapatannya. Indika
mengemukakan empat strategi, dua di antaranya adalah Optimalisasi Efisiensi dan Sinergi serta
management Kehati -hatian. Namun hasil kinerja profitabilitas tidak selaras dengan strategi
perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja keuangan, menilai nilai wajar
menggunakan DCF-FCFF, dan mengestimasi rasio price-to-earnings (P/E) dan Market to Book
(M/B) PT. Indika Energy. Penelitian ini akan menggunakan beberapa rasio, seperti Current
Ratio, Quick Ratio, Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earnings per Share
(EPS), Inventory Turnover, Inventory Turnover (hari), Oerating Profit Margin (OPM), Debt to
Equity Ratio (DER), dan net debt to EBITDA. Untuk meningkatkan keakuratan hasil,
penelitian ini melibatkan analisis perbandingan dengan perusahaan lain yang beroperasi di
industri yang sama, termasuk PT. Adro Energy (ADRO), PT. Bayan Resources (BYAN), PT.
Indo Tambangraya Megah (ITMG), dan PT. Bukit Asam (PTBA). Methode DCF-FCFF akan
digunakan untuk menentukan nilai wajar. Hasil Studi mengungkapkan bahwa perusahaan
tersebut menunjukkan kinerja likuiditas terburuk dan paling tidak menguntungkan di antara
perusahaan kompetitor. Meski demikian, perusahaan berhasil mempertahankan rasio leverage
yang paling besar. Berdasarkan valuasi DCF, perseroan terlihat undervalued dengan nilai wajar
Rp 3.247, sedangkan nilai pasar Rp 1.540. Perusahaan juga dinilai undervalued berdasarkan
metrik penilaian relatifnya, dengan rasio Price to Earnings (PER) sebesar 1,06 dan Price to
Book (PBV) sebesar 0,45. Hal ini dibandingkan dengan rata-rata PER industri sebesar 5,15.
Oleh karena itu, disarankan bagi perusahaan untuk meminimalkan ketergantungannya pada
subkontraktor dengan mengoptimalkan struktur biayanya. Investor tidak disarankan untuk
membeli saham Indika Energy karena perusahaan sangat bergantung pada utang sehingga
meningkatkan risiko terkait saham tersebut. Namun, disarankan untuk memantau kinerja
perusahaan dalam dua hingga lima tahun ke depan. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan
untuk menggunakan data yang lebih terkini dan pendekatan penilaian tingkat lanjut.