Indonesia merupakan salah satu produsen jagung terbesar di dunia dengan produksi jagung sebesar
21.441.943 ton. Dari total limbah jagung, tongkol jagung menyumbang setidaknya 18% dari total
limbah. Tongkol jagung memiliki beberapa kandungan yaitu lignin (15,08%), selulosa (34,33%)
dan hemiselulosa (20,17%). Kandungan selulosa tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan
kembali sebagai material baru yang bermanfaat. Selulosa merupakan polimer alami yang
melimpah, biokompatibel, ramah lingkungan dan mudah tergradasi serta memiliki banyak gugus
hidroksil yang dapat berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan hidrogen sehingga dapat
dijadikan matriks hidrogel. Hidrogel adalah struktur jaringan tiga dimensi yang dibuat dari polimer
yang dapat menyerap air. Selulosa diekstraksi dari tongkol jagung melalui proses delignifikasi,
bleaching, dam hidrolisis asam. Kadar selulosa yang dihasilkan adalah sebesar 70,43%. Selulosa
dibuat menjadi hidrogel menggunakan metode freeze-thaw untuk membentuk struktur hidrogel
yang stabil dan tidak bersifat toksik. Pada penelitian ini telah dilakukan identifikasi pengaruh
penambahan konsentrasi NaOH sebesar 2%, 3%, 4%, 5%, 6% dan 7% untuk melihat karakteristik
fisikokimia hidrogel selulosa. Hasil citra SEM-EDS menunjukkan bahwa serbuk selulosa
memiliki kandungan unsur yang lebih murni dibandingkan dengan serbuk tongkol jagung dan pada
hidrogel dengan konsentrasi NaOH 3% terbentuk ikat silang yang paling banyak dan ukuran pori
yang paling besar. Selain itu, hidrogel dengan konsentrasi tersebut juga memiliki nilai derajat
pengembangan tertinggi pada jam ke 48 sebesar 524,77 ± 8,56% dan hasil kuat tekan dan kuat
tarik juga paling baik. Semakin tinggi konsentrasi NaOH, semakin besar nilai kehilangan berat,
yang menunjukkan bahwa kemampuan hidrogel dalam mempertahankan bentuknya menjadi
semakin menurun. Analisis FTIR tidak menunjukkan adanya gugus hemiselulosa dan lignin pada
serbuk yang telah diekstrak dan menyisakan terbentukknya gugus selulosa, selain itu pada hidrogel
juga terkonfirmasi adanya gugus fungsi dari selulosa. Hasil XRD menunjukkan bahwa serbuk
selulosa bersifat semikristalin dengan nilai derajat kristalinitasnya sebesar 61.48%, sedangkan
hidrogel selulosa memiliki struktur amorf. Pengujian TGA menunjukkan bahwa hidrogel selulosa
dengan konsentrasi NaOH yang rendah memiliki kestabilan termal yang lebih baik daripada serbuk
selulosa karena pengaruh terbentuknya ikat silang. Semakin tinggi konsentrasi NaOH, residu yang
dihasilkan setelah pembakaran pada suhu 600oC juga semakin besar dikarena NaOH sendiri juga
memiliki residu yang sangat besar akibat ketidakmurniannya. Hasil DSC menunjukkan titik lebur
sampel dan besarnya kalor lebur yang diperlukan untuk memecah ikatan. Kalor lebur serbuk
selulosa sebesar 383,75 J/g, sedangkan pada hidrogel selulosa nilai kalor leburnya jauh lebih
rendah karena strukutnya amorf. Hasil pengujian antibakteri menunjukkan bahwa serbuk selulosa
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa
dengan aktivitas antibakterinya berturut-turut sebesar 24,67% dan 4,32%. Sedangkan hidrogel selulosa dapat membunuh bakteri secara kesuluran dikarenakan adanya pelarut NaOH yang
digunakan. Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan nilai IC50 > 900 µg/mL untuk seluruh hidrogel,
sehingga hidrogel yang dihasilkan tidak bersifat toksik dan biokompatibel terhadap sel normal.
Namun, penggunaan NaOH pada tubuh tidak boleh lebih dari 4% karena dapat menyebabkan
iritasi, sehingga hidrogel yang aman digunakan adalah hidrogel dengan konsnetrasi NaOH 2% dan
3%.