Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat mengakibatkan permintaan atas rumah tidak seimbang dengan ketersediaan rumah menyebabkan terjadi kekurangan rumah (backlog). Harga rumah yang tinggi menimbulkan hambatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mewujudkan impian untuk membeli rumah. Oleh karena itu dibutuhkan pengadaan rumah untuk masyarakat, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan memastikan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah benar-benar mempunyai daya beli yang efektif untuk membeli rumah. Menjawab persoalan tersebut berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk membantu MBR dalam menjangkau rumah, salah satunya meluncurkan sejumlah program perumahan subsidi berupa KPR subsidi yang disalurkan dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Kementerian PUPR. Hal ini dibentuknya nya Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Perumahan Rakyat Nomor 05 Tahun 2005 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Bersubsidi.
Namun dalam implementasinya program perumahan bersubsidi yang bertujuan untuk menyediakan rumah layak huni dengan harga yang terjangkau bagi kaum MBR menghadapi berbagai problematika seperti banyak unit rumah dimiliki oleh kelompok yang bukan sasarannya, terdapat rumah yang sudah dibeli tetapi tidak dihuni oleh pemiliknya, dan dijadikan sebagai investasi atau disewakan kepada orang lain, begitupun kendala keterjangkauan harga perumahan, di mana harga jual rumah tidak sesuai dengan daya beli masyarakat dan terkait kondisi kualitas fisik bangunan dan sarana prasarana yang masih belum memenuhi standar layak. Hal ini mengindikasikan belum efektifnya pelaksanaan program perumahan bersubsidi di Indonesia.
Penelitian ini melakukan tinjauan literatur sistematis kualitatif terkait implementasi kebijakan program perumahan subsidi dari enam literatur yang diterbitkan dari tahun 2007 sampai 2023. Penelitian ini berhasil memetakan tiga permasalahan KPR subsidi yang tidak efektif di Indonesia. Penelitian ini juga mengidentifikasi penyebab tidak efektifnya kebijakan program perumahan bersubsidi di Indonesia mencakup hosuing finance policy, housing policy actor dan housing institutions.
Hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi kebijakan program perumahan bersubsidi di Indonesia tidak efektif dikarenakan tiga hal yaitu, ketidak-tepatan sasaran, ketidak-terjangkuan harga, serta kondisi fisik bangunan dan PSU (Prasarana, Sarana, dan Utilitas) yang belum layak dan tidak memadai. Hal ini dikarenakan tidak terintegrasinya sisi supplay dan demand. Didalam pelaksanaan program perumahan bersubsidi fokus utama kebijakan pemerintah lebih condong pada sisi demand saja yaitu aspek "bankability" kemampuan calon debitur untuk memenuhi kriteria finansial dan kelayakan pembiayaan dari sudut pandang bank atau lembaga keuangan. Tetapi tidak ada intervensi di sisi supplay. Tidak adanya Lembaga publik di sisi supplay.
Sementara dengan melihat dan belajar dari banyak pengalaman negara-negara maju terkait pengaturan kelembagaan perumahan mereka, otoritas perumahan itu menangani keduanya, baik disisi supplay dan sisi demand. Seperti Singapura membentuk Housing and Development Board (HDB) sebagai lembaga publik pendekatan terintegrasi terlihat jelas. HDB tidak hanya bertanggung jawab atas produksi perumahan, membangun kompleks-kompleks perumahan, tetapi juga mengelola lembaga keuangan yang terkait. Pentingnya integrasi ini tergambar dari fakta bahwa lembaga pembiayaan secara langsung terlibat dalam membiayai rumah-rumah yang mereka bangun
Maka dari itu pemerintah pada saat yang sama harus masuk ke sektor produksi atau sektor supply, pentingnya sektor perumahan itu harus diintegrasikan antara housing demand dan housing supply. Sektor perumahan tidak bisa semata-mata hanya bertumpu pada housing demand. Artinya pembiayaan perumahan juga seharusnya dipadukan dengan kinerja penyediaan perumahan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Dengan integrasi itu, maka sistem penyediaan tersebut berpadu dengan mekanisme pembiayaan. Untuk itu dalam skema penyediaan perumahan rakyat maka diperlukan pembentukan suatu lembaga pembiayaan perumahan formal oleh pemerintah yang ditugaskan secara khusus untuk itu. Sedangkan sebagai pelaksananya, harus ada lembaga pembangunan perumahan dan perkotaan sebagai sebuah dedicated authority. Hal ini sangat penting dalam membangun sistem penyediaan perumahan rakyat, harus didukung sistem pembiayaan dan sistem kelembagaan yang mumpuni.