digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Produk hortikultura merupakan komoditas pertanian jangka pendek yang dipengaruhi oleh variabilitas harga yang tinggi. Volatilitas harga yang tidak dapat diprediksi pun tidak dapat dipisahkan dari perubahan pada dimensi lainnya yang mencakup dimensi lingkungan, sosial, politik, maupun ekonomi. Kedinamisan dan kompleksitas dalam volatilitas harga ini menyebabkan petani sulit untuk menjalankan rencana definitif dalam usaha taninya. Petani yang tidak memiliki kapasitas adaptif yang tepat dalam menanggapi guncangan harga dapat terancam oleh kehilangan kesejahteraan total. Strategi adaptif individu dalam menanggapi suatu guncangan berkaitan pula dengan strategi adaptif komunitas karena terdapat hubungan dua arah di antara kedua hal tersebut. Walaupun begitu, proses pengambilan keputusan berbeda yang dilakukan oleh individu dan komunitas berbeda. Di dalam kajian badan literatur, terdapat satu kesenjangan yang perlu dipahami, yaitu bagaimana peran keputusan pada level individu petani dapat berkontribusi pada resiliensi komunal. Pemahaman ini diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini untuk memberikan jembatan pemahaman akan resiliensi individu dan komunitas, serta memberikan pengetahuan awal yang dapat mendasari pembangunan strategi peningkatan resiliensi komunitas petani dengan memaksimalkan potensi peran anggota komunitas, yaitu individu petani itu sendiri. resiliensi komunal. Studi ini memiliki empat tujuan, yaitu (1) mengkaji faktor eksternal pada guncangan volatilitas harga yang dialami petani hortikultura, (2) mengkaji bagaimana respon individu terhadap guncangan volatilitas harga, (3) mengevaluasi peran individu petani dalam resiliensi komunitas terhadap guncangan harga, (4) mengevaluasi faktor penting dalam peningkatan resiliensi komunitas terhadap guncangan harga. Penelitian retrospektif ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus jamak (multiple case study) terhadap para petani di Desa Wangunharja, Desa Kertawangi, dan Desa Cigugurgirang yang terletak di Kabupaten Bandung Barat, salah satu sentra pemroduksi sayuran di Jawa Barat. Responden dipilih dengan teknik purposive sampling, yaitu berdasarkan kriteria: (1) petani pengambil keputusan, dan (2) variasi ukuran lahan petani. Hal ini dilakukan untuk memahami bagaimana heterogenitas pengambilan keputusan petani dalam skala spasial yang berbeda. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah integrasi antara kerangka kerja resiliensi komunitas berbasis agen (kerangka emBRACE) dan resiliensi subjektif. Wawancara naratif dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan narasi historis dari setiap individu petani untuk mewakili penggambaran resiliensi komunitas petani. Penelitian kualitatif ini juga mencakup wawancara mendalam dengan informan lainnya, seperti istri petani dan Kepala Desa, serta melalui penelaahan atas data sekunder. Analisis data dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif, menggunakan analisis konten. Temuan penelitian menunjukkan bahwa petani hortikultura merefleksikan fenomena volatilitas harga semakin tidak stabil akibat peningkatan jumlah produksi pertanian. Selain itu, akses petani yang lebih terbuka terhadap informasi juga berdampak pada cepatnya perubahan harga. Petani mempersepsikan volatilitas harga sebagai fenomena yang sudah lazim terjadi dan merupakan perihal Rizq dalam keyakinan Islam. Walaupun begitu, para responden tetap bertindak aktif secara mandiri untuk mengambil keputusan praktik terbaik untuk menanggapi guncangan tersebut. Catatan refleksi responden menunjukkan bahwa unit individu atau rumah tangga petani berperan melalui fungsi perwakilan (agency) dalam pembangunan resiliensi komunitas. Berdasarkan analisis, komunitas masih lemah dalam domain aksi kolektif, sehingga hubungan antara agen dan komunitas pun mengandalkan pada domain pembelajaran dan domain sumber daya dan kapasitas. Rendahnya tingkat eksperimen dan inovasi dalam komunitas petani disebabkan oleh keterbatasan sumber daya finansial dan lahan. Petani yang merupakan pelajar Bayesian pun mengandalkan pembelajaran sosial dari pengalaman petani yang lebih berdaya. Sumber daya sosial dalam bentuk patron-klien pun teramati berperan sebagai penyangga resiliensi komunitas ketika beberapa agen terdampak oleh guncangan volatilitas harga. Selain itu, para responden menilai bahwa pola tumpang sari yang umum digunakan berpera sebagai penyangga resiliensi komunitas. Untuk peningkatan resiliensi komunitas terhadap volatilitas harga, responden menekankan pada pentingnya faktor modal, ukuran lahan, kesehatan dan regenerasi petani.