Ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil. Dibandingkan dengan pulau-pulau yang memiliki luas
wilayah yang tergolong besar (benua), pulau-pulau kecil seringkali dihadapkan
pada kendala ketersediaan potensi sumber daya alam daratan, aksesibilitas
transportasi, dan keberadaan infrastruktur yang memberikan tantangan lebih besar
bagi penduduk lokal untuk memperoleh penghidupan yang layak. Potensi
kebencana alam seperti abrasi, kenaikan muka air laut akibat pemanasan global,
dan tsunami, di sisi lain juga memberi ancaman tambahan yang menghantui
stabilitas kehidupan penduduk. Meskipun terdapat faktor pembatas yang
menimbulkan berbagai permasalahan, pulau-pulau kecil sebagai suatu ekosistem,
tetap menawarkan berbagai bentuk jasa yang memberikan berbagai manfaat
langsung maupun tidak langsung. Tidak sedikit pulau-pulau kecil yang justru
memiliki keanekaragaman tipe ekosistem dan dapat berkembang dengan
mengoptimalisasi potensi jasa-jasa ekosistem yang dimilikinya melalui pariwisata
maupun kegiatan ekonomi lain. Pemanfaatan jasa ekosistem oleh penduduk dalam
konteks pulau kecil dan pulau yang relatif lebih besar (benua) berpotensi memiliki
kecenderungan pola yang berbeda. Pada pulau yang relatif lebih besar, akses
terhadap sumber daya atau jasa ekosistem di wilayah lain (eksternal) dapat
diupayakan selama didukung oleh infrastruktur yang mendukung aksesibilitas dan
proses distribusi dengan biaya rendah, seperti jalan dan elemen-elemen lain,
sehingga hilangnya sumber daya dan jasa ekosistem internal dapat disubstitusi
oleh sumberdaya dan jasa ekosistem eksternal. Hal yang berbeda terjadi untuk
pulau kecil, dimana penduduk sepenuhnya bergantung pada sumber daya dan jasa
ekosistem internal karena keterbatasan akses dan tingginya biaya untuk
memperoleh sumberdaya dan jasa ekosistem eksternal. Ini memunculkan indikasi
bahwa ada kemungkinan apresiasi terhadap sumberdaya dan jasa ekosistem itu
sendiri relative lebih tinggi pada penduduk di pulau kecil. Hal tersebut dapat
ditemukan di Nusa Lembingan dan Nusa Ceningan, yang mana sebagai daerah
tujuan wisata, kegiatan dan agenda konservasi lingkungan pesisir konsisten
dilakukan dan urgensi keberlangsungan serta kelestarian wilayah pesisir bagiii
penghidupan disadari oleh penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan
strategi pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil berbasis
jasa ekosistem dengan mengambil studi kasus di Nusa Lembongan dan Nusa
Ceningan dengan tiga sasaran, yaitu identifikasi terhadap jasa ekosistem pesisir,
identifikasi pergeseran pemanfaatan jasa ekosistem sabagai dampak Pandemi
Covid-19, dan perumusan strategi dalam merespon kondisi saat ini dan
mengantisipasi kondisi di masa depan. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang dipadukan dengan kuisioner untuk menguatkan temuan lapangan.
Penelitian ini menemukan bahwa ekosistem pesisir Nusa Lembongan dan Nusa
Ceningan memproduksi berbagai jasa yang telah dimanfaatkan penduduk secara
langsung dan tidak langsung, khususnya untuk mendukung kegiatan pariwisata
pada kondisi sebelum pandemi. Pada kondisi saat Pandemi Covid-19 berlangsung,
pemanfaatan jasa ekosostem mengalami pergeseran dan mengarah pada
optimalisasi untuk budidaya rumput laut. Proses pergeseran terjadi secara cepat
dan minim hambatan yang disesbabkan oleh masih terjaganya kondisi ekosistem
pesisir. Kondisi pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan di tengah Pandemi
Covid-19 dianalisi menggunakan SWOT untuk mengidentifikasi faktor yang
berperan sebagai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dapat
berpengaruh pada perumusan strategi yang dapat diadaptasi dalam pengembangan
dan tata kelola wilayah pesisir dan pulau kecil tersebut saat ini dan di masa depan
sehingga resiliensi dan keberlanjutan dapat dicapai