digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dibandingkan dengan pulau-pulau yang memiliki luas wilayah yang tergolong besar (benua), pulau-pulau kecil seringkali dihadapkan pada kendala ketersediaan potensi sumber daya alam daratan, aksesibilitas transportasi, dan keberadaan infrastruktur yang memberikan tantangan lebih besar bagi penduduk lokal untuk memperoleh penghidupan yang layak. Potensi kebencana alam seperti abrasi, kenaikan muka air laut akibat pemanasan global, dan tsunami, di sisi lain juga memberi ancaman tambahan yang menghantui stabilitas kehidupan penduduk. Meskipun terdapat faktor pembatas yang menimbulkan berbagai permasalahan, pulau-pulau kecil sebagai suatu ekosistem, tetap menawarkan berbagai bentuk jasa yang memberikan berbagai manfaat langsung maupun tidak langsung. Tidak sedikit pulau-pulau kecil yang justru memiliki keanekaragaman tipe ekosistem dan dapat berkembang dengan mengoptimalisasi potensi jasa-jasa ekosistem yang dimilikinya melalui pariwisata maupun kegiatan ekonomi lain. Pemanfaatan jasa ekosistem oleh penduduk dalam konteks pulau kecil dan pulau yang relatif lebih besar (benua) berpotensi memiliki kecenderungan pola yang berbeda. Pada pulau yang relatif lebih besar, akses terhadap sumber daya atau jasa ekosistem di wilayah lain (eksternal) dapat diupayakan selama didukung oleh infrastruktur yang mendukung aksesibilitas dan proses distribusi dengan biaya rendah, seperti jalan dan elemen-elemen lain, sehingga hilangnya sumber daya dan jasa ekosistem internal dapat disubstitusi oleh sumberdaya dan jasa ekosistem eksternal. Hal yang berbeda terjadi untuk pulau kecil, dimana penduduk sepenuhnya bergantung pada sumber daya dan jasa ekosistem internal karena keterbatasan akses dan tingginya biaya untuk memperoleh sumberdaya dan jasa ekosistem eksternal. Ini memunculkan indikasi bahwa ada kemungkinan apresiasi terhadap sumberdaya dan jasa ekosistem itu sendiri relative lebih tinggi pada penduduk di pulau kecil. Hal tersebut dapat ditemukan di Nusa Lembingan dan Nusa Ceningan, yang mana sebagai daerah tujuan wisata, kegiatan dan agenda konservasi lingkungan pesisir konsisten dilakukan dan urgensi keberlangsungan serta kelestarian wilayah pesisir bagiii penghidupan disadari oleh penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil berbasis jasa ekosistem dengan mengambil studi kasus di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan dengan tiga sasaran, yaitu identifikasi terhadap jasa ekosistem pesisir, identifikasi pergeseran pemanfaatan jasa ekosistem sabagai dampak Pandemi Covid-19, dan perumusan strategi dalam merespon kondisi saat ini dan mengantisipasi kondisi di masa depan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dipadukan dengan kuisioner untuk menguatkan temuan lapangan. Penelitian ini menemukan bahwa ekosistem pesisir Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan memproduksi berbagai jasa yang telah dimanfaatkan penduduk secara langsung dan tidak langsung, khususnya untuk mendukung kegiatan pariwisata pada kondisi sebelum pandemi. Pada kondisi saat Pandemi Covid-19 berlangsung, pemanfaatan jasa ekosostem mengalami pergeseran dan mengarah pada optimalisasi untuk budidaya rumput laut. Proses pergeseran terjadi secara cepat dan minim hambatan yang disesbabkan oleh masih terjaganya kondisi ekosistem pesisir. Kondisi pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan di tengah Pandemi Covid-19 dianalisi menggunakan SWOT untuk mengidentifikasi faktor yang berperan sebagai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dapat berpengaruh pada perumusan strategi yang dapat diadaptasi dalam pengembangan dan tata kelola wilayah pesisir dan pulau kecil tersebut saat ini dan di masa depan sehingga resiliensi dan keberlanjutan dapat dicapai