Pencemaran udara telah menjadi masalah global yang menyebabkan
kematian. Jakarta, ibu kota Indonesia, gagal memenuhi standar tahunan PM2.5
sebesar 15 µg/m³, di mana Jakarta Timur khususnya memiliki konsentrasi PM2.5
tertinggi dibandingkan dengan kota administratif lainnya, dengan rata-rata
konsentrasi tahunan sebesar 49,69 µg/m³. Penelitian ini berfokus pada pengetahuan
dan persepsi masyarakat yang tinggal di Jakarta Timur tentang risiko kesehatan
akibat pencemaran udara, serta perilaku pencegahan responsif. Persepsi ini
dianalisis dengan menerapkan Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief
Model). Metode kualitatif dipilih dengan kuesioner online sebagai instrumen
penelitian. Data pencemaran udara dari AQMS, Passive Sampler, dan Low-Cost
Sensor digunakan sebagai alat tambahan untuk menganalisis persepsi dan perilaku
berdasarkan kelurahan responden, di mana hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan secara statistik (p < 0,05) antara kelurahan responden dan
pengetahuan, persepsi, dan perilaku meskipun terdapat perbedaan konsentrasi
PM2.5 dan NO2 dalam kelurahan tersebut. Analisis regresi linear berganda
menunjukkan bahwa ada hubungan positif sedang antara pengetahuan, persepsi,
dan perilaku pencegahan (R = 0,578). Model regresi dengan variabel independen
pengetahuan dan persepsi dianggap signifikan secara statistik (p < 0,05),
menunjukkan bahwa variabel ini secara kolektif memiliki dampak signifikan pada
perilaku pencegahan. Variabel yang paling signifikan yang membentuk perilaku
responden adalah hambatan yang dirasakan (? = 0,345 dan p < 0,001). Dari uji
regresi linear berganda, jenis kelamin, usia, kelurahan, pengetahuan, dan persepsi
responden menyumbang sebesar 29% faktor yang memengaruhi perilaku
pencegahan terkait risiko kesehatan akibat pencemaran udara, dengan perceived
barrier, cues to action, dan jenis kelamin sebagai variabel yang memiliki pengaruh
signifikan.