Batugamping berumur Oligo-Miosen tersingkap di beberapa lokasi di Jawa bagian
Barat, di kenal dengan nama Formasi Rajamandala, Formasi Cijengkol, Formasi
Citarate dan Formasi Saraweh. Batugamping ini juga merupakan salah satu
reservoir migas penting di bagian utara Jawa Barat. Di permukaan, batugamping
ini tersingkap di daerah Padalarang, Sukabumi, Gunung Walat, hingga Bayah di
pesisir selatan. Di daerah Bayah, batugamping Oligo-Miosen ini tersingkap di
sekitar tinggian Bayah, di kenal sebagai Formasi Cijengkol dan Formasi Citarate.
Sedangkan di daerah Sukabumi, batugamping ini dinamakan sebagai Formasi
Rajamandala. Beberapa sumur migas yang di bor di bagian tengah Jawa bagian
barat, tepatnya di daerah Rangkas, batugamping berumur Oligo-Mosen ini juga
ditemukan, disetarakan dengan Formasi Saraweh. Untuk mengetahui lebih jauh
pola penyebaran batugamping ini perlu dilakukan penelitian, apakah batugamping
ini tumbuh di daerah tinggian purba, atau tumbuh di sekitar morfologi gunung api.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data lapangan di daerah Bayah dan
Gunung Walat - Sukabumi, berupa pembuatan lintasan stratigrafi terukur,
pengumpulan contoh batuan, dan observasi morfologi. Penelitian juga
menggunakan data bawah permukaan berupa data seismik dan data gayaberat.
Khusus untuk analisis seismik menggunakan data dari daerah sekitar
Rangkasbitung. Untuk penelitian lapangan, difokuskan kepada batugamping OligoMiosen, dengan pendekatan fasies mikro, asosiasi fasies dan penentuan lingkungan
pengendapan. Metode analisis berupa observasi singkapan, analisis petrografi
sayatan tipis, dan contoh batuan poles. Analisis biostratigrafi mikro foraminifera
dilakukan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapannya.
Dari analisis sayatan tipis dari contoh batuan daerah Bayah, dapat dibedakan 14
fasies mikro. Asosiasi fasies mikro ini diintegrasikan dengan hasil analisis
biostratigrafi menunjukkan lingkungan pengendapan: platform interior (intra reef,
lagoon, back reef), platform reef margin (sand shoal, reef core, fore reef), slope
(fore slope, slope, toe of slope) dan basinal/deep shelf. Pada bagian paling bawah
fasies yang berkembang dimulai dengan lingkungan pengendapan basinal sampai
slope, ke arah atas terlihat adanya perkembangan fasies yang berbeda antara daerah Bayah bagian barat barat daya dan bagian timur. Di daerah Bayah bagian barat
fasies batugamping berubah menjadi platform interior hingga platform reef margin,
sedangkan di daerah timur fasies slope, toe of slope sampai deep shelf. Perubahan
perkembangan fasies ini menunjukkan polarisasi pengendapan berarah barat daya
– timur laut hingga utara-selatan. Umur untuk batuan ini adalah P22 sampai N4
(zonasi Blow, 1964) dan Te4 (zonasi huruf, Adams, 1984).
Sedangkan untuk daerah Gunung Walat – Sukabumi dapat dibedakan 8 fasies
mikro. Asosiasi fasies ini diintegrasikan dengan hasil analisis biostratigrafi
menunjukkan lingkungan pengendapan: intra reef, shoal, shelf, back reef, reef core,
fore reef, slope dan deep shelf/basinal. Pada awal batugamping diendapkan dimulai
dengan lingkungan platform interior kemudian ke arah yang lebih muda fasies
berubah menjadi platform reef margin. Pada bagian paling atas/muda lingkungan
pengendapan menjadi slope dan deep shelf/basinal. Batugamping di Sukabumi ini
tersingkap dengan arah hampir barat – timur, sejajar dengan arah sesar Cimandiri
di daerah itu. Umur dari batugamping ini adalah P22 hingga N4 (zonasi Blow) dan
Te1-Te4 (zonasi huruf). Dari posisi stratigrafi, batugamping Rajamandala yang
tersingkap di dekat Sukabumi (Karang Para, Karang Numpang) berada langsung di
atas batupasir Formasi Walat/Bayah yang berumur Eosen dengan kontak tidak
selaras. Sedangkan di bagian barat, batugamping Formasi Rajamandala
menumpang tidak selaras di atas batu serpih Formasi Batuasih yang berumur P19.
Analisis seismik menunjukkan bahwa cekungan sedimen di daerah penelitian
terbentuk karena proses extension menjadi suatu rift basin yang membentuk
struktur sembul dan terban. Selain itu terlihat juga adanya flower structure karena
pengaruh sesar geser. Terlihat adanya perubahan pola orientasi sesar, pada bagian
yang lebih tua (Basement dan Bayah Ekuivalen) berarah hampir utara-selatan,
sedangkan pada lapisan yang lebih dangkal berarah barat daya-timur laut hingga
barat-timur. Perubahan orientasi sesar ini diikuti dengan perubahan arah sumbu
panjang dan lokasi depocenter. Keberadaan batugamping Formasi Saraweh dapat
diidentifikasi, terutama di sepanjang tinggian purba, tubuh suatu terumbu/reef
terlihat jelas, dengan sedimen klastik yang onlap di sisi terumbu.
Analisis gayaberat dapat mengidentifikasi 3 pola kelurusan struktur, yaitu arah
barat daya-timur laut (pola Meratus / Cimandiri) yang berumur Kapur Akhir -
Paleosen, arah utara-selatan (Eosen), arah barat laut-tenggara (arah Sumatera,
Oligosen - Miosen). Dari analisis ini terlihat adanya Cekungan Rangkas yang
terpisah dari Cekungan Bogor. Batugamping berumur Oligo-Miosen terlihat
tumbuh mengikuti pola kelurusan struktur ini. Polaritas batugamping di daerah
Bayah berarah barat laut – tenggara, mengikuti existing-structure arah Sumatera,
sedangkan di daerah Sukabumi polaritas batugamping berarah barat – timur,
mengikuti arah Sesar Cimandiri di daerah itu (Pola Meratus), dan di daerah Rangkas
batugamping berkembang di sepanjang tinggian berarah utara-selatan.
Analisis palinspastik dan analisis strain menunjukkan adanya aktivitas tektonik
dengan rezim extensional pada umur Eosen di Jawa Barat, yang terjadi karena
adanya perlambatan laju subduksi. Terbentuk cekungan yang di isi oleh sedimen
daratan hingga transisi, termasuk dalam periode syn-rift. Pada Oligosen Akhir, aktivitas tektonik relatif stabil, memasuki periode post-rift dan sagging,
batugamping berumur Oligo-Miosen diendapkan. Pada Miosen Awal aktivitas
tektonik meningkat, terjadi rezim contractional, terbentuk busur magmatik
disepanjang Jawa disertai sesar anjak, cekungan Bogor semakin mendalam,
batugamping Formasi Rajamandala tenggelam dan di tutup oleh batuan lebih muda
yang merupakan endapan kipas bawah laut.
Dari data permukaan dan bawah permukaan terlihat pertumbuhan batugamping
berumur Oligo-Miosen tersebar mulai dari daerah Bayah di selatan, ke arah daerah
Rangkas dan terus ke lepas pantai Jawa di utara. Ke arah timur, batugamping ini
tersingkap hingga Padalarang. Batugamping Oligo-Miosen di daerah Bayah terletak
dalam zona busur magmatik Eosen Akhir – Miosen Awal, sedangkan batugamping
Oligo-Miosen di Sukabumi terletak pada tepian busur belakang. Dari penyebaran
batugamping yang cukup luas itu dapat di tarik kesimpulan bahwa pada Kala OligoMiosen, Jawa bagian barat merupakan laut dangkal dimana batugamping tumbuh
di atas tinggian-tinggian purba, di bagian selatan pengaruh morfologi yang
terbentuk oleh aktivitas vulkanik (Old Andesite) disepanjang tinggian turut
mempengaruhi pertumbuhan batugamping.