Lombok merupakan salah satu pulau yang berada dalam gugus busur Sunda. Pada
pertengahan 2018, Pulau Lombok diguncang rangkaian gempabumi bermagnitudo
kuat. Rangkaian gempabumi diawali dari gempa bermagnitudo 6,4 pada tanggal 29
Juli 2018, dilanjutkan gempabumi 5 Agustus (M 7,0), 9 Agustus (M 5,9), dan 19
Agustus (M 6,3 dan 6,9). Beberapa peneliti menduga bahwa rangkaian gempagempa signifikan ini terjadi akibat segmentasi rupture di wilayah bagian utara
Pulau Lombok.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana
distribusi dari zona patahan gempa Lombok 2018, melalui studi Shear Wave
Splitting (SWS). Splitting, atau pemisahan gelombang S, terjadi apabila gelombang
S melalui medium yang bersifat anisotrop. Gelombang S terpisahkan menjadi
gelombang S cepat dan gelombang S lambat dan memiliki parameter berupa waktu
tunda gelombang S dan arah polarisasi. Untuk melaksanakan tahap SWS,
digunakan satu set data gempa Lombok yang direkam selama tanggal 4 Agustus –
9 September 2018, menggunakan 16 stasiun seismometer ITB dan EOS/NTU.
Tahapan yang dilakukan untuk memperoleh parameter SWS adalah pemilihan
event, windowing dengan menggunakan Short Time Fourier Transform, serta
proses Rotation-Correlation. Algoritma tomografi waktu tunda SWS juga
diterapkan untuk memperoleh distribusi persentase anisotropi seismik bawah
permukaan. Hasil penentuan parameter SWS menunjukkan bahwa arah polarisasi
cepat cenderung berkaitan dengan struktur patahan lokal dan diduga berhubungan
dengan patahan pada zona patahan Gempa Lombok 2018, sehingga kondisi
anisotropi seismik di wilayah Lombok dikontrol oleh mekanisme structure-induced
anisotropy. Tren waktu tunda SWS terhadap waktu dapat menjadi indikasi adanya
peningkatan pembentukan rekahan yang cukup intensif sebelum terjadinya gempa
signifikan 19 Agustus 2018. Sedangkan hasil tomografi waktu tunda SWS
memperlihatkan adanya pola derajat anisotropi seismik tinggi yang diduga
berkaitan dengan sistem patahan gempa Lombok 2018 dan aktivitas vulkanik
Gunungapi Rinjani. Zona seismisitas rendah di wilayah Gunung Rinjani diduga
disebabkan karena keterdapatan rekahan berisi fluida hidrotermal. Pola posisi
kluster gempa susulan terhadap distribusi derajat anisotropi seismik menunjukkan
potensi zona asperitas baru di masa mendatang.