Pandemi COVID-19 memberikan gambaran kepada Indonesia akan kebutuhan untuk menjaga stabilitas perekonomiannya dan industri Makanan dan Minuman adalah salah satu penyumbang PDB terbesar untuk menopang perekonomian negara. Tingginya peminat industri ini sejalan dengan tingginya resiko bangkrut jika gagal beradaptasi dan kalah bersaing dengan pesaing. Untuk itu, inovasi produk perlu dilakukan untuk mencegah hal tersebut. Idealnya, inovasi produk berpengaruh terhadap minat beli, sedangkan aktualnya inovasi produk tidak selalu berpengaruh terhadap minat beli karena cara yang dilakukan salah dan tanpa adanya panduan perbaikan yang tepat. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inovasi produk terhadap minat beli di industri makanan dan minuman UMKM dan untuk mengetahui efektivitas inovasi produk terhadap minat beli di Industri Makanan dan Minuman UMKM. Metode yang digunakan adalah kuantitatif untuk menguji kebenaran hipotesis. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket pada 220 responden yang merupakan Gen Z (17-16 tahun), berdomisili di DKI Jakarta atau Bandung, dan pembeli UMKM kuliner dengan frekuensi “sering”. Hasilnya, secara simultan inovasi produk berpengaruh terhadap minat beli di Industri Makanan dan Minuman UMKM dengan pengaruh besar sebesar 73.5%. Secara parsial, dari 14 hipotesis, hanya 7 dimensi yang diterima dan dinyatakan berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli, yaitu rasa dan kelangkaan pada faktor kreasi. Lalu, layanan pelanggan, pemasaran, waktu peluncuran, distribusi, dan branding pada faktor komersialisasi. Jika diurutkan tingkat efektivitasnya dari yang paling efektif sampai yang paling tidak efektif mendapatkan urutan, yaitu layanan pelanggan, pemasaran, waktu peluncuran, rasa, distribusi, merek, kelangkaan, porsi, harga, penampilan, peniruan, organisasi, nilai, lisensi & kompatibilitas. Hasil penelitian ini direkomendasikan akan berguna untuk digunakan oleh pebisnis UMKM sebagai panduan dalam memodifikasi agar dapat menarik minat beli Gen Z. Serta, berguna bagi penelitian berikutnya dengan topik yang serupa, namun dengan menghilangkan 2 atau 3 dimensi dengan bobot nilai terbawah agar hasil lebih akurat.