digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Peta Rencana Pola Ruang dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah distribusi peruntukan ruang suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Indonesia sebagai negara dengan potensi bahaya yang beragam membuat risiko bencana di negara kita pun cukup tinggi, termasuk didalamnya adalah risiko bencana geologi. Makalah ini mengkaji sejauh mana Pola Ruang dalam RTRW yang ada sekarang, sudah mempertimbangkan aspek risiko bencana dalam penyusunannya. Makalah ini bertujuan untuk menggabungkan antara Peta Risiko Multi-Bahaya Geologi dengan Pola Ruang RTRW menggunakan pendekatan beberapa jenis analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis. Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki potensi beragam bahaya geologi yaitu dari bahaya gempabumi, longsor, dan gunungapi. Di wilayah Kabupaten Bandung Barat pun terdapat kecamatan-kecamatan dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi yang membuat kerentanan terhadap bencana pun meningkat. Risiko bencana adalah tingkat potensi jatuhnya korban jiwa, korban luka, atau kerusakan atau kehancuran aset yang dimungkinkan terjadi di suatu tempat, masyarakat, bahkan komunitas pada periode tertentu. Interaksi antara tingkat bahaya dengan tingkat kerentanan menghasilkan sebuah tingkat risiko bencana. Dengan pengetahuan terkait bahaya yang terus berkembang dan juga pola populasi penduduk, serta pembangunan sosial ekonomi, maka risiko bencana dapat dipetakan dan dinilai. Peta risiko disusun dari gabungan antara peta bahaya dan peta kerentanan. Dalam pembuatan peta risiko yang representatif dan detail, dibutuhkan data bahaya dan data kerentanan yang berbasis spasial dengan tingkat kedalaman data yang baik. Visualisasi dan penyusunan peta multi-bahaya geologi merupakan tantangan tersendiri karena satuan dan tingkat bahaya yang berbeda-beda dari setiap jenis peta bahaya geologi yang ada. Dibutuhkan proses konversi dari setiap peta bahaya geologi tersebut agar menjadi peta dengan rentang nilai tingkat bahaya yang seragam (0 s.d. 1). Peta ini disebut peta indeks bahaya geologi, yang nantinya akanii digabungkan dengan peta indeks bahaya geologi lainnya, untuk menyusun Peta Multi-Bahaya Geologi. Namun, keterbatasan data spasial membuat metode konversi peta bahaya menjadi peta indeks bahaya tersebut belum seragam. Peta Indeks Bahaya Gempabumi dihasilkan menggunakan metode Peta Indeks Bahaya Gempabumi dihasilkan menggunakan analisis spasial logika fuzzy yang membuat pola tingkat bahaya gempabumi menerus. Peta Indeks Bahaya Longsor dihasilkan menggunakan analisis spasial overlay dan scoring dari data wawancara ahli. Sedangkan Peta Indeks Bahaya Gunungapi dihasilkan menggunakan analisis spasial logika fuzzy, buffering, dan scoring dari data wawancara ahli. Ketiga peta indeks bahaya ini digabungkan untuk menyusun satu Peta Multi-Bahaya Geologi. Peta ini dihasilkan dengan analisis spasial highest position, yang artinya adalah nilai indeks bahaya yang ditampilkan adalah nilai indeks bahaya tertinggi di setiap lokasi/piksel, bukan merupakan rata-rata dari setiap indeks bahaya. Pada bagian lainnya dari risiko, yaitu kerentanan, aspek ini disusun dari empat elemen yaitu sosial, fisik, ekonomi, dan lingkungan. Data dari setiap elemen ini terdiri dari beberapa indikator dengan tingkat kerentanannya masing-masing. Lalu data ini akan diolah dan diklasifikasikan dalam rentang nilai yang seragam (0 s.d. 1), yang akan menghasilkan sebuah peta kerentanan untuk masing-masing bahaya geologi. Bobot setiap elemen untuk setiap peta kerentanan bahaya akan berbeda satu sama lain. Lalu ketiga peta tersebut akan diolah menjadi satu Peta Kerentanan Multi-Bahaya Geologi dengan menyesuaikan karakteristik daerah terhadap setiap jenis bahaya geologi. Keterbatasan data spasial juga ditemukan dalam penyusunan peta kerentanan ini. Data kerentanan sosial, yaitu kepadatan dan kemiskinan penduduk masih dalam basis administrasi, belum dalam basis spasial. Pendekatan spasial menggunakan logika fuzzy yang dilakukan pada analisis bahaya dan kerentanan dalam penelitian ini, yaitu dalam penyusunan peta indeks bahaya dan peta kerentanan multi-bahaya, merupakan kebaruan dalam khazanah penelitian risiko bencana di Indonesia. Peta Risiko Multi-Bahaya Geologi dihasilkan dari penggabungan antara Peta Bahaya Multi-Bahaya Geologi dan Peta Kerentanan Multi-Bahaya Geologi. Lalu peta risiko ini diintegrasikan dengan Peta Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Bandung Barat khusus pada kawasan terbangun, seperti permukiman, gedung pemerintah, pasar, dan industri. Proses integrasi ini difokuskan pada kawasan terbangun karena di kawasan inilah masyarakat dominan beraktivitas dan juga lebih rentan terhadap bencana karena adanya bangunan-bangunan tersebut. Proses integrasi ini menghasilkan area kawasan terbangun yang memiliki risiko bencana tinggi. Area ini diharapkan dapat menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam proses evaluasi Pola Ruang, proses pemantauan kualitas bangunan dengan lebih detail lagi, dan juga bisa dijadikan sebagai prioritas program peningkatan kapasitas masyarakat menghadapi bencana.