Peta Rencana Pola Ruang dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
adalah distribusi peruntukan ruang suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Indonesia
sebagai negara dengan potensi bahaya yang beragam membuat risiko bencana di
negara kita pun cukup tinggi, termasuk didalamnya adalah risiko bencana geologi.
Makalah ini mengkaji sejauh mana Pola Ruang dalam RTRW yang ada sekarang,
sudah mempertimbangkan aspek risiko bencana dalam penyusunannya. Makalah
ini bertujuan untuk menggabungkan antara Peta Risiko Multi-Bahaya Geologi
dengan Pola Ruang RTRW menggunakan pendekatan beberapa jenis analisis
spasial dalam Sistem Informasi Geografis. Lokasi penelitian adalah di Kabupaten
Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini dipilih sebagai lokasi penelitian
karena memiliki potensi beragam bahaya geologi yaitu dari bahaya gempabumi,
longsor, dan gunungapi. Di wilayah Kabupaten Bandung Barat pun terdapat
kecamatan-kecamatan dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi yang
membuat kerentanan terhadap bencana pun meningkat.
Risiko bencana adalah tingkat potensi jatuhnya korban jiwa, korban luka, atau
kerusakan atau kehancuran aset yang dimungkinkan terjadi di suatu tempat,
masyarakat, bahkan komunitas pada periode tertentu. Interaksi antara tingkat
bahaya dengan tingkat kerentanan menghasilkan sebuah tingkat risiko bencana.
Dengan pengetahuan terkait bahaya yang terus berkembang dan juga pola populasi
penduduk, serta pembangunan sosial ekonomi, maka risiko bencana dapat
dipetakan dan dinilai.
Peta risiko disusun dari gabungan antara peta bahaya dan peta kerentanan. Dalam
pembuatan peta risiko yang representatif dan detail, dibutuhkan data bahaya dan
data kerentanan yang berbasis spasial dengan tingkat kedalaman data yang baik.
Visualisasi dan penyusunan peta multi-bahaya geologi merupakan tantangan
tersendiri karena satuan dan tingkat bahaya yang berbeda-beda dari setiap jenis peta
bahaya geologi yang ada. Dibutuhkan proses konversi dari setiap peta bahaya
geologi tersebut agar menjadi peta dengan rentang nilai tingkat bahaya yang
seragam (0 s.d. 1). Peta ini disebut peta indeks bahaya geologi, yang nantinya akanii
digabungkan dengan peta indeks bahaya geologi lainnya, untuk menyusun Peta
Multi-Bahaya Geologi. Namun, keterbatasan data spasial membuat metode
konversi peta bahaya menjadi peta indeks bahaya tersebut belum seragam. Peta
Indeks Bahaya Gempabumi dihasilkan menggunakan metode Peta Indeks Bahaya
Gempabumi dihasilkan menggunakan analisis spasial logika fuzzy yang membuat
pola tingkat bahaya gempabumi menerus. Peta Indeks Bahaya Longsor dihasilkan
menggunakan analisis spasial overlay dan scoring dari data wawancara ahli.
Sedangkan Peta Indeks Bahaya Gunungapi dihasilkan menggunakan analisis
spasial logika fuzzy, buffering, dan scoring dari data wawancara ahli. Ketiga peta
indeks bahaya ini digabungkan untuk menyusun satu Peta Multi-Bahaya Geologi.
Peta ini dihasilkan dengan analisis spasial highest position, yang artinya adalah nilai
indeks bahaya yang ditampilkan adalah nilai indeks bahaya tertinggi di setiap
lokasi/piksel, bukan merupakan rata-rata dari setiap indeks bahaya.
Pada bagian lainnya dari risiko, yaitu kerentanan, aspek ini disusun dari empat
elemen yaitu sosial, fisik, ekonomi, dan lingkungan. Data dari setiap elemen ini
terdiri dari beberapa indikator dengan tingkat kerentanannya masing-masing. Lalu
data ini akan diolah dan diklasifikasikan dalam rentang nilai yang seragam (0 s.d.
1), yang akan menghasilkan sebuah peta kerentanan untuk masing-masing bahaya
geologi. Bobot setiap elemen untuk setiap peta kerentanan bahaya akan berbeda
satu sama lain. Lalu ketiga peta tersebut akan diolah menjadi satu Peta Kerentanan
Multi-Bahaya Geologi dengan menyesuaikan karakteristik daerah terhadap setiap
jenis bahaya geologi. Keterbatasan data spasial juga ditemukan dalam penyusunan
peta kerentanan ini. Data kerentanan sosial, yaitu kepadatan dan kemiskinan
penduduk masih dalam basis administrasi, belum dalam basis spasial. Pendekatan
spasial menggunakan logika fuzzy yang dilakukan pada analisis bahaya dan
kerentanan dalam penelitian ini, yaitu dalam penyusunan peta indeks bahaya dan
peta kerentanan multi-bahaya, merupakan kebaruan dalam khazanah penelitian
risiko bencana di Indonesia.
Peta Risiko Multi-Bahaya Geologi dihasilkan dari penggabungan antara Peta
Bahaya Multi-Bahaya Geologi dan Peta Kerentanan Multi-Bahaya Geologi. Lalu
peta risiko ini diintegrasikan dengan Peta Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten
Bandung Barat khusus pada kawasan terbangun, seperti permukiman, gedung
pemerintah, pasar, dan industri. Proses integrasi ini difokuskan pada kawasan
terbangun karena di kawasan inilah masyarakat dominan beraktivitas dan juga lebih
rentan terhadap bencana karena adanya bangunan-bangunan tersebut. Proses
integrasi ini menghasilkan area kawasan terbangun yang memiliki risiko bencana
tinggi. Area ini diharapkan dapat menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten
Bandung Barat dalam proses evaluasi Pola Ruang, proses pemantauan kualitas
bangunan dengan lebih detail lagi, dan juga bisa dijadikan sebagai prioritas program
peningkatan kapasitas masyarakat menghadapi bencana.