Produksi pakaian yang sangat masif menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan. Hal tersebut ditandai dengan nilai carbon footprint akibat produksi pakaian pada
tahun 2023 mencapai angka 1.202 megaton CO2 ekuivalen. Metode upcycling pakaian bekas
dilakukan untuk mereduksi angka carbon footprint di lingkungan. Reduksi carbon footprint
tersebut dihitung dengan membandingkan carbon footprint akibat produksi pakaian dari
bahan bekas dengan bahan baru. Hasil donasi dan pemilahan pakaian memperoleh pakaian
bekas dengan kualitas tinggi sejumlah 29,245 kg dan 50,56 kg untuk pakaian bekas kualitas
rendah. Pakaian bekas kemudian diproses sesuai dengan kualitasnya, pakaian kualitas tinggi
diproses menjadi pakaian kembali dan pakaian kualitas rendah diproses menjadi bean bag
filler, selimut, dan celemek. Setelah itu, dilakukan pencatatan kegiatan yang menggunakakan
energi, air, atau bensin untuk perhitungan nilai carbon footprint. Didapat nilai carbon
footprint untuk produksi bahan baru bervariasi di angka 0,978–62,404 kg CO2 ekuivalen
dengan angka terendah merupakah bahan katun dan bahan tertinggi merupakan viscose
rayon. Berdasarkan hasil analisis, reduksi carbon footprint akibat upcycling memiliki variasi
persentase antara 86,64%–99,51% bergantung pada jenis bahannya. Didapatkan juga nilai
potensi ekonomis yang dapat dicapai dari perdagangan karbon melalui carbon trade dari
reduksi carbon footprint yang terjadi dengan memasukkan empat variabel, yaitu jumlah
proyeksi carbon footprint pada tahun 2023, harga carbon trade pada tahun 2022, rata-rata
reduksi carbon footprint pada penelitian ini, dan efisiensi penggunaan pakaian bekas pada
penelitian ini hingga didapatkan nilai ekonomis yang berada di angka
Rp.666.762.000.000.000,00.