BAB_1 Akhira Mutiara
Terbatas sarnya
» ITB
Terbatas sarnya
» ITB
2023_TS_PP_AKHIRA_MUTIARA _DAFUS.pdf
EMBARGO  2026-08-21 
EMBARGO  2026-08-21 
2023_TS_PP_AKHIRA_MUTIARA _LAMPIRAN.pdf
EMBARGO  2026-08-21 
EMBARGO  2026-08-21 
Pembangunan pariwisata secara masif di Pangandaran terjadi pasca tsunami tahun 2006 untuk mendongkrak kembali perekonomian lokal yang terpuruk akibat lumpuhnya sektor pariwisata. Pembangunan besar-besaran ini berdampak positif bagi perekonomian lokal, terutama dengan menarik banyak wisatawan domestik ke Pangandaran. Namun demikian, hal ini juga memiliki dampak negatif, yaitu menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap bencana tsunami. Salah satu faktor utamanya yaitu konsentrasi manusia (wisatawan dan penduduk lokal) di area wisata Pantai Pangandaran yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi. Keberadaan manusia yang terkonsentrasi di suatu area rawan bencana semakin meningkatkan kerentanannya terhadap tsunami, yaitu dapat memengaruhi proses evakuasi yang merupakan kunci utama keselamatan jiwa pada penanggulangan bencana tsunami. Oleh karenanya, kesiapsiagaan wisatawan menjadi hal penting untuk diperhatikan, mengingat jumlahnya yang jauh melampaui penduduk lokal dan keberadaannya dapat meningkatkan kompleksitas pada proses evakuasi tersebut. Selain itu, karakter demografis wisatawan yang sebagian besar berasal dari area non-tsunami juga menjadi hal yang dapat memengaruhi kesiapsiagaan terhadap tsunami. Diperlukan pemahaman mengenai kecenderungan perilaku manusia pada saat ekstrem/bencana agar dapat memaksimalkan sumber daya yang terbatas pada saat evakuasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat memengaruhi kesiapsiagaan wisatawan melalui pendekatan Protection Motivation Theory (PMT). Pendekatan psikologi PMT yang telah banyak diaplikasikan pada manajemen bencana ini menitikberatkan pada threat appraisal dan coping appraisal sebagai faktor yang memengaruhi keputusan individu untuk melakukan tindakan pengurangan ancaman. Yaitu semakin tinggi ancaman yang dinilai oleh individu, semakin tinggi pula intensi mereka untuk melakukan tindakan perlindungan, terlebih saat penilaian akan kemampuan untuk mengatasi ancaman tersebut juga tinggi. Berdasarkan pendekatan PMT, penelitian ini melibatkan berbagai variabel untuk diteliti, yaitu risk perception (RP), self-efficacy (SE), response-efficacy (RE), obstacles (Ob), serta behavior intention (BI) yang mewakili motivasi proteksi, dan actual behavior (AB) yang menunjukkan kesiapsiagaan. Berdasarkan pendekatan tersebut, muncul hipotesis berupa RP, SE, RE, dan Ob memiliki pengaruh terhadap motivasi perlindungan wisatawan, serta motivasi perlindungan memiliki keterkaitan dengan kesiapsiagaan wisatawan. Penelitian ini
i
dilakukan dengan mengambil sampel dari wisatawan yang pernah mengunjungi Pangandaran setelah kejadian tsunami 2006. Hasil dari pengambilan sampel tersebut kemudian diolah dan dianalisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan perangkat AMOS untuk melihat hubungan antar variabel. Hasil temuan memperlihatkan bahwa persepsi risiko wisatawan (RP) akan ancaman tsunami di Pangandaran cukup tinggi. Sementara itu, setelah dilakukan berbagai iterasi SEM, diperoleh model terbaik dimana terbentuk jalur di antara faktor-faktor penentu BI dan berhubungan dengan AB. Jalur tersebut menunjukkan bahwa tidak semua variabel tersebut memiliki pengaruh langsung, di mana RP memiliki pengaruh positif terhadap RE, dan RE memiliki pengaruh positif pula terhadap BI. Sementara, Ob memiliki korelasi negatif dengan SE, sedangkan SE berpengaruh positif terhadap BI, dimana SE menjadi faktor utama yang memengaruhi motivasi proteksi. Kemudian, BI memiliki hubungan positif yang sangat kuat dengan AB, yang menunjukkan adanya hubungan erat antara motivasi proteksi dengan kesiapsiagaan wisatawan di Pangandaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa self-efficacy wisatawan harus ditingkatkan untuk dapat meningkatkan kesiapsiagaan terhadap tsunami, salah satunya dengan peningkatan akses informasi terkait tindakan kesiapsiagaan yang dapat dilakukan individu untuk keselamatan diri dan keluarganya. Selain itu, hasil penelitian ini membuktikan adanya paradoks persepsi risiko yang diungkapkan oleh Wachinger dkk, dimana persepsi risiko yang tinggi tidak menjadi penentu bagi individu untuk melakukan tindakan perlindungan. Rekomendasi dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi stakeholder yang relevan dalam membuat kebijakan terkait manajemen kebencanaan, khususnya tsunami di Pangandaran.