digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dominasi penggunaan moda sepeda motor menjadi karakteristik layanan transportasi daring di negara-negera berkembang yang merubah perilaku dan pola mobilitas masyarakat perkotaan. Fenomena ini menjadi salah satu celah peluang penerapan promosi pengadopsian kendaraan listrik di Indonesia khususnya moda sepeda motor listrik (SML). Penerapan pengadopsian SML dalam ekosistem mobilitas masyarakat perkotaan dikatakan memiliki potensi manfaat pengurangan emisi tiga kali lebih tinggi dari kendaraan BBM konvensional. Dalam mendorong pengadopsian KBL, intervensi kebijakan pemerintah menjadi salah satu faktor penting dalam mempromosikan KBL terutama berbentuk insentif finansial. Penelitian terdahulu berpendapat bahwa intervensi insentif tersebut sangat efektif pada tahap awal dan dalam jangka pendek, namun tidak akan efektif dalam jangka waktu panjang untuk pengadopsian secara massal. Untuk itu dibutuhkan strategi insentif yang dapat sekaligus mempromosikan pengadopsian KBL yang melibatkan interaksi sosial dan produk inovasi teknologi SML. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerimaan indikator insentif alternatif dalam pengadopsian SML dari perspektif pelanggan dan pengendara layanan tranportasi daring perkotaan. Model structural equation dengan SmartPLS 3.29 diterapkan untuk memodelkan penerimaan kedua aktor tersebut yaitu aktor pelanggan dengan kerangka teori perubahan perilaku (TPB) dan aktor pengendara dengan teori pilihan rasional (RCT). Hasil pemodelan aktor pelanggan menujukkan pandangan sosial (SN, ?:0.413) menjadi satu-satunya aspek TPB yang memberi pengaruh positif yang signifikan. SN memediasi secara penuh anteseden ENV dan FCO terhadap dukungan pelanggan untuk pengadopsian SML dalam layanan transportasi daring. Variabel sikap perilaku (attitude/ATT, ?:0.126) tidak memberi pengaruh positif yang signifikan dan konsisten dengan hasil penelitian yang sejenis. Anomali terdapat pada variabel kontrol perilaku (PBC, ?:0.102) yang memberikan pengaruh positif namun tidak signifikan. Selain itu, pemodelan menjukkan variabel anteseden ENV (ke ATT, ?:0.472, ke SN, ?:0.493, dan ke PBC, ?:0.265) dan FCO (ke ATT, ?:0.427, ke SN, ?:0.380, dan ke PBC, ?:0.121, ns) dominan memberi pengaruh positif signifikan terhadap ketiga aspek TPB dan SN menjadi satu-satunya aspek yang memediasi kedua variabel anteseden tersebut secara penuh. Pada aktor pengendara, pemodelan menujukkan hasil utilitas finansial (GP dan AI) dan persepsi positif dari pandangan sosial PN yang memberi pengaruh posisitif signifikan terhadap niat pengadopsian SML sebagai armada layanan. Pengaruh terkuat secara berurutan adalah AIii (0.347), PN (0.314) dan GP (0.248). Variabel laten DR dan PE memberi pengaruh postif tidak signifikan, sedangkan CI dan PC menjadi utilitas negatif meskipun tidak signifikan. Temuan penelitian ini menjadi studi pendahuluan untuk menujukkan adanya potensi untuk penerapan strategi kebijakan insentif alternatif (AI) yang dimediasi oleh kesamaan persepsi pandangan norma sosial (SN) pelanggan dan pengendara. Diharapkan potensi tersebut dapat menjadi dasar penentuan prioritas kebijakan insentif subsidi pemerintah untuk menarik ketertarikan pengendara untuk mengadopsi SML sebagai armada. Langkah tersebut sekaligus sebagai media promosi SML kepada masyarakat dengan semakin meningkatnya interaksi pelanggan dan pengendara dengan armada SML di lingkup mobilitas masyarakat perkotaan.