Dominasi penggunaan moda sepeda motor menjadi karakteristik layanan transportasi
daring di negara-negera berkembang yang merubah perilaku dan pola mobilitas masyarakat
perkotaan. Fenomena ini menjadi salah satu celah peluang penerapan promosi
pengadopsian kendaraan listrik di Indonesia khususnya moda sepeda motor listrik (SML).
Penerapan pengadopsian SML dalam ekosistem mobilitas masyarakat perkotaan dikatakan
memiliki potensi manfaat pengurangan emisi tiga kali lebih tinggi dari kendaraan BBM
konvensional. Dalam mendorong pengadopsian KBL, intervensi kebijakan pemerintah
menjadi salah satu faktor penting dalam mempromosikan KBL terutama berbentuk insentif
finansial. Penelitian terdahulu berpendapat bahwa intervensi insentif tersebut sangat efektif
pada tahap awal dan dalam jangka pendek, namun tidak akan efektif dalam jangka waktu
panjang untuk pengadopsian secara massal. Untuk itu dibutuhkan strategi insentif yang
dapat sekaligus mempromosikan pengadopsian KBL yang melibatkan interaksi sosial dan
produk inovasi teknologi SML. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerimaan
indikator insentif alternatif dalam pengadopsian SML dari perspektif pelanggan dan
pengendara layanan tranportasi daring perkotaan.
Model structural equation dengan SmartPLS 3.29 diterapkan untuk memodelkan
penerimaan kedua aktor tersebut yaitu aktor pelanggan dengan kerangka teori perubahan
perilaku (TPB) dan aktor pengendara dengan teori pilihan rasional (RCT). Hasil pemodelan
aktor pelanggan menujukkan pandangan sosial (SN, ?:0.413) menjadi satu-satunya aspek
TPB yang memberi pengaruh positif yang signifikan. SN memediasi secara penuh
anteseden ENV dan FCO terhadap dukungan pelanggan untuk pengadopsian SML dalam
layanan transportasi daring. Variabel sikap perilaku (attitude/ATT, ?:0.126) tidak memberi
pengaruh positif yang signifikan dan konsisten dengan hasil penelitian yang sejenis.
Anomali terdapat pada variabel kontrol perilaku (PBC, ?:0.102) yang memberikan
pengaruh positif namun tidak signifikan. Selain itu, pemodelan menjukkan variabel
anteseden ENV (ke ATT, ?:0.472, ke SN, ?:0.493, dan ke PBC, ?:0.265) dan FCO (ke
ATT, ?:0.427, ke SN, ?:0.380, dan ke PBC, ?:0.121, ns) dominan memberi pengaruh
positif signifikan terhadap ketiga aspek TPB dan SN menjadi satu-satunya aspek yang
memediasi kedua variabel anteseden tersebut secara penuh. Pada aktor pengendara,
pemodelan menujukkan hasil utilitas finansial (GP dan AI) dan persepsi positif dari
pandangan sosial PN yang memberi pengaruh posisitif signifikan terhadap niat
pengadopsian SML sebagai armada layanan. Pengaruh terkuat secara berurutan adalah AIii
(0.347), PN (0.314) dan GP (0.248). Variabel laten DR dan PE memberi pengaruh postif
tidak signifikan, sedangkan CI dan PC menjadi utilitas negatif meskipun tidak signifikan.
Temuan penelitian ini menjadi studi pendahuluan untuk menujukkan adanya potensi untuk
penerapan strategi kebijakan insentif alternatif (AI) yang dimediasi oleh kesamaan persepsi
pandangan norma sosial (SN) pelanggan dan pengendara. Diharapkan potensi tersebut
dapat menjadi dasar penentuan prioritas kebijakan insentif subsidi pemerintah untuk
menarik ketertarikan pengendara untuk mengadopsi SML sebagai armada. Langkah
tersebut sekaligus sebagai media promosi SML kepada masyarakat dengan semakin
meningkatnya interaksi pelanggan dan pengendara dengan armada SML di lingkup
mobilitas masyarakat perkotaan.