ABSTRAK Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC Yoninur Almira BAB 1 Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC Yoninur Almira BAB 2 Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC Yoninur Almira BAB 3 Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC Yoninur Almira BAB 4 Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC Yoninur Almira BAB 5 Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC Yoninur Almira BAB 6 Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC Yoninur Almira PUSTAKA Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC Yoninur Almira LAMPIRAN Eggie Sukma Faturokhman
PUBLIC 
Pertumbuhan penduduk dan perubahan pola perekonomian mengakibatkan
volumen, jenis, dan karateristik sampah semakin beragam. Di Kabupaten Bekasi,
Karawang dan Purwakarta (Bekarpur), kondisi ini diperparah dengan belum
optimalnya kinerja pelayanan sampah yang ada. Upaya pengelolaan persampahan
di tingkat kabupaten memiliki keterbatasan sarana dan tata kelola yang belum
memadai yang jika dibiarkan akan mengakibatkan perluasan permasalahan
lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Prinsip ekonomi sirkular dengan
mengedepankan daur ulang dan pengurangan sampah menjadi solusi untuk
mengurangi beban pengelolaan sampah dan meningkatkan perlindungan
lingkungan. Dalam upaya penerapan ekonomi sirkular, kebijakan regionalisasi
merupakan bagian penting karena secara umum daur ulang pada ekonomi sirkular
merupakan proses yang sebagian besarnya diselenggarakan lintas daerah. Oleh
sebab itu, upaya transformasi pengelolaan persampahan di Bekarpur dilaksanakan
melalui pengelolaan infrastruktur persampahan regional. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi strategi pengelolaan infrastruktur persampahan
regional Bekarpur dengan menggunakan prinsip ekonomi sirkular. Metode yang
digunakan adalah mixmethod dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP) dengan kuisioner penilaian perbandingan berpasangan dan Indetph
Interview untuk memperoleh strategi yang lebih komprehensif. Terdapat 5 kriteria
dan indikator yang digunakan. Kriteria Sosial (S) menempati tingkat kepentingan
pertama dengan bobot global adalah 0,47. Hal ini menunjukan bahwa aspek sosial
menjadi indikasi utama yang harus dipertimbangkan dalam strategi penerapan
ekonomi sirkular. Kriteria kedua tertinggi adalah aspek ekonomi (E) dengan nilai
bobot 0,24. Kemudian diikuti oleh aspek institusional (I) dengan bobot 0,19.
Sementara dua aspek lainnya yaitu aspek teknikal (T) dan lingkungan (L) berturutturut memiliki bobot 0,05 dan 0,04. Terdapat 7 subfaktor yang memiliki nilai tinggi,
yaitu persepsi publik terhadap layanan persampahan (S1), strategi perencanaanpemantauan evaluasi (I3), struktur pembiayaan (E4), biaya investasi (E1), sarana
penunjang infrastruktur persampahan (T2), perlindungan-pengelolaan kualitas
lingkungan (L2), dan kolaborasi stakholder (ABCGM dan Internasional (I1). Hasil
indepth interview menjelaskan bahwa tranformasi infrastruktur persampahan
regional Bekarpur memerlukan penguatan pada aspek tata kelola maupun aspek
fisik. Pada aspek tata kelola penguatan dimulai dari aspek sosial sebagai prakondisi
penerapan ekonomi sirkular, dilanjutkan dengan pemastian sumber daya pendanaan
dan pembiayaan dan penguatan aspek institusional sebagai landasan sah dan legal
yang menyatukan gerak seluruh stakeholder kedalam perencanaan dan
penyelenggaraan persampahan dengan prinsirp ekonomi sirkular. Aspek fisik
dikuatkan melalui penyediaan sarana dan prasarana baik di tingkat regional sendiri
maupun sarana penunjang di tingkat kabupaten. Selanjut penguatan perlindungan
lindungan hidup dengan memastikan material yang dikelola secara sirkular,
sehingga konservasi energi dan penurunan emisi dapat diwujudkan.