digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan masyarakat segmen atas memunculkan isu perubahan iklim, kelangkaan energi, dan pencemaran lingkungan. Emisi mobil merupakan kontribusi tertinggi dari polutan udara. Meningkatnya kasus lingkungan memaksa penggunaan energi terbarukan secara cepat. Kendaraan listrik akan menjadi tren yang tak terhindarkan dalam pertumbuhan transportasi hijau di masa depan. Penjualan EV Indonesia telah tumbuh dari 705 CBU pada tahun 2019 menjadi 3.193 CBU pada tahun 2021, kemudian mencapai 15.303 CBU pada tahun 2022. Seiring dengan pertumbuhan penjualan EV, Pemerintah Indonesia menargetkan penjualan mobil listrik sebesar 25% dari grosir dalam negeri setara dengan sekitar 400.000 pada tahun 2030 Ketidakjelasan ini sejalan dengan tujuan ketergantungan terhadap bahan bakar minyak dan mendukung industri manufaktur aki di Indonesia. Tujuan tersebut kondusif untuk meningkatkan posisi fiskal Indonesia dan pembangunan sosial ekonomi. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki pangsa produksi terbesar dengan hampir 40% dari total pasokan nikel yang dapat diandalkan untuk pengembangan kendaraan listrik dan produksi baterai lithium untuk EV. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang menjanjikan untuk menembus pasar EV. Untuk menyukseskan implementasi green vehicle di Indonesia, produsen mobil harus mampu memposisikan perusahaannya di antara para pesaing. Penetrasi pasar incumbent memerlukan strategi yang tepat dengan mempertimbangkan karakteristik pasar, kekuatan dan kelemahan perusahaan, serta kondisi lingkungan. Penelitian ini akan merumuskan strategi bisnis Perusahaan untuk memasuki pasar EV Indonesia dengan menggunakan simulasi pohon keputusan untuk menangkap kemungkinan perolehan pangsa pasar tertinggi dalam kondisi pasar tertentu dari beberapa alternatif strategi. Hasil dari simulasi DT adalah rekomendasi untuk mengimplementasikan strategi produksi lokal tipe HEV yang memiliki EMV tertinggi pada pasar yang menguntungkan yaitu 40%. Perbandingan antara berinvestasi pada EV atau tidak berinvestasi pada EV yang perusahaan tetap pada mobil penjualan bensin sekitar dua kali lipat lebih besar berinvestasi pada EV daripada tidak berinvestasi. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini telah diketahui variabel dependen yang memiliki pengaruh paling besar. Sensitivitas probabilitas pasar yang menguntungkan terhadap jumlah permintaan menghasilkan kondisi yang layak untuk memulai produksi EV dapat dimulai dengan 1.000 unit per bulan dengan syarat pasar yang menguntungkan sebesar 60%. Jika pasar yang menguntungkan kurang dari 60% keputusannya adalah beralih ke CBU BEV. Jika volume permintaan lebih dari 6.000 unit per bulan, maka investasi EV CKD dapat segera diimplementasikan. Berdasarkan proyeksi kebutuhan EV pada tahun-tahun mendatang, 1.000 unit per bulan dapat dicapai pada tahun 2025. Oleh karena itu perusahaan harus mempersiapkan kesiapan untuk memproduksi HEV inhouse selama 2 tahun. Rencana implementasi dirancang dengan strategi berlian untuk menyatukan seluruh strategi menjadi lima elemen. Elemen Arenas adalah memproduksi HEV dengan metode CKD dengan segmentasi pasar untuk usia milenial ke depan. Penciptaan nilai adalah untuk memiliki kemajuan teknologi EV yang cepat dan fitur adaptif untuk menjawab karakteristik pelanggan Indonesia. Untuk mencapai target kawasan, perusahaan perlu melakukan pengembangan internal dan menjalin kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait. Perusahaan juga harus mempertimbangkan kemungkinan joint venture atau aliansi sebagai anak perusahaan dari produsen komponen EV. Diferensiasi diperlukan sebagai keunikan perusahaan di antara para pesaing. Perusahaan meningkatkan fitur kustomisasi mobil masa depan mereka sendiri untuk mendapatkan daya tarik pelanggan. Program menarik untuk menukar mobil ICE yang ada dengan EV baru akan dilaksanakan untuk pelanggan setia.