digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penyakit katastropik merupakan penyakit yang memerlukan biaya besar dan memakan waktu lama dalam pengobatannya. Di Indonesia, penyakit katastropik dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan selaku asuransi kesehatan nasional. Hal ini menyebabkan pengeluaran BPJS Kesehatan menjadi membengkak. Untuk mengurangi pengeluaran yang signifikan tersebut, diperkenalkanlah skenario coordination of benefit (CoB). CoB adalah skenario yang digunakan ketika dua atau lebih perusahaan asuransi menanggung individu yang sama. Saat ini, BPJS Kesehatan telah menerapkan CoB melalui kerja sama dengan asuransi kesehatan tambahan (AKT). Dalam skenario CoB yang telah diterapkan, AKT hanya bertanggung jawab atas klaim yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Namun, skenario CoB yang telah berjalan belum mampu mengurangi pengeluaran BPJS Kesehatan secara signifikan. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi skenario CoB yang melibatkan BPJS Kesehatan dan AKT secara langsung melalui konsep reasuransi proporsional. Dalam skenario ini, BPJS Kesehatan akan membagi beban klaim dengan AKT berdasarkan proporsi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam penentuan proporsi sharing, utilitas dari kedua perusahaan asuransi dipertimbangkan agar tetap maksimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan memilih parameter utilitas AKT yang semakin kecil, proporsi sharing akan semakin besar, sementara dengan memilih parameter utilitas BPJS Kesehatan yang semakin kecil, proporsi sharing akan semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan premi dan proporsi sharing dalam skenario CoB dapat disesuaikan dengan preferensi dan kebutuhan masing-masing perusahaan asuransi. Setelah itu, dalam konsep reasuransi proporsional, asuransi pertama perlu membayar premi kepada asuransi kedua. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi sehingga BPJS Kesehatan tidak perlu membayar premi kepada AKT dan sebaliknya. Namun, peserta asuransi akan membayar dua premi secara sekaligus karena memiliki dua asuransi kesehatan. Tambahan premi ini menjadi tantangan perusahaan asuransi dalam menawarkan produk asuransi dengan skenario CoB kepada masyarakat. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan ukuran perasaan yang dapat memandu peserta dalam mengambil keputusan, yang disebut dengan risk aversion. Penelitian sebelumnya oleh Thomas (2015) merekomendasikan keengganan berinvestasi sebagai salah satu variabel penting dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekayaan peserta memiliki pengaruh terhadap keengganan berinvestasi dan dapat memengaruhi pengambilan keputusan. Semakin besar kekayaan seseorang, semakin besar pula keengganan berinvestasinya. Oleh karena itu, kekayaan dan risk aversion dapat menjadi pedoman bagi perusahaan asuransi dalam menentukan target peserta asuransi. Dengan demikian, implementasi skenario CoB dalam asuransi kesehatan di Indonesia memiliki potensi untuk ditawarkan kepada masyarakat.