digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Regina Maria
PUBLIC Open In Flip Book Irwan Sofiyan

TS-TK-Regina Maria 23022016-1-Cover.pdf
EMBARGO  2027-05-21 

TS-TK-Regina Maria 23022016-1-Bab 1.pdf
EMBARGO  2027-05-21 

TS-TK-Regina Maria 23022016-1-Bab 2.pdf
EMBARGO  2027-05-21 

TS-TK-Regina Maria 23022016-1-Bab 3.pdf
EMBARGO  2027-05-21 

TS-TK-Regina Maria 23022016-1-Bab 4.pdf
EMBARGO  2027-05-21 

TS-TK-Regina Maria 23022016-1-Bab 5.pdf
EMBARGO  2027-05-21 

Polisakarida merupakan makromolekul yang penting dalam industri pangan, kosmetik, nutrasetikal, dan terapi karena sifat reologi dan manfaatnya untuk kesehatan. Adapun polisakarida tersebut dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan letaknya pada mikroalga, yaitu polisakarida intraseluler (IPS), lipopolisakarida/cell-bound (CBPS), dan polisakarida ekstraseluler (EPS). Secara khusus, polisakarida ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroalga memiliki keunggulan karena kemudahan ekstraksi dan keberadaan gugus fungsional seperti sulfat dan metil. Salah satu mikroalga potensial penghasil EPS adalah Porphyridium cruentum, yang menghasilkan EPS dengan gugus sulfat yang memberikan sifat antioksidan. Meskipun permintaan global terhadap polisakarida meningkat, produksi polisakarida dari mikroalga masih belum banyak diteliti dan memiliki biaya produksi yang tinggi. Salah satu cara untuk menekan biaya produksi polisakarida yang tinggi pada mikroalga adalah dengan menggunakan metode kultivasi mixotrofik yang memanfaatkan sumber karbon organik untuk mendorong pertumbuhan sel dan pembentukan produk. Selain itu, pengaruh variasi lingkungan seperti periode pencahayaan (fotoperiode) juga memiliki peran penting terhadap pertumbuhan mikroalga. Pada penelitian ini akan diuji beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan biomassa dan produksi polisakarida, khususnya EPS serta IPS dan CBPS yang selanjutnya akan disingkat sebagai ICBPS, pada P. cruentum seperti pengaruh rasio karbon terhadap nitrogen dan fotoperiode dengan menggunakan limbah tahu sebagai medium untuk menekan biaya produksi EPS. Untuk variasi rasio karbon terhadap nitrogen, ditambahkan gliserol ke dalam kultur pada konsentrasi 5, 10, 15, dan 20 g/L sehingga rasio karbon terhadap nitrogen (C/N) adalah 120,95; 160,78; 217,9; dan 395,1. Gliserol dipilih karena merupakan produk samping dari proses transesterifikasi pada industri biodiesel, sehingga secara ekonomis, penggunaan gliserol sebagai sumber karbon tergolong murah dan ramah lingkungan. Lama pencahayaan (fotoperiode) dengan variasi terang:gelap 18:6 dan 12:12 jam akan diuji terhadap pertumbuhan biomassa dan produksi EPS. Perolehan biomassa dan polisakarida total tertinggi dicapai pada variasi rasio C/N 395,1 dengan fotoperiode 18:6 selama kultivasi 7 hari, yaitu 13,64 g/L (laju pertumbuhan spesifik 1,2/hari) untuk biomassa dan 1,46 g/L untuk total polisakarida. Peningkatan rasio C/N dalam kultur mixotrofik menyebabkan meningkatnya konsentrasi biomassa dan total polisakarida akhir pada P. cruentum, yaitu 7,03 menjadi 13.64 g/L dan 0.98 menjadi 1.46 g/L, secara berurutan. Selain itu, utilisasi P. cruentum dalam limbah tahu juga menunjukkan keuntungan yang signifikan, dengan pengurangan Chemical Oxygen Demand (COD) mencapai 63,43%. Pengaturan rasio karbon terhadap nitrogen, penggunaan sumber karbon dengan biaya rendah, dan peningkatan fotoperiode dapat secara signifikan mempromosikan produksi polisakarida sulfat pada P. cruentum, yang menunjukkan potensi untuk dapat diaplikasikan dalam beberapa industri, seperti nutrasetikal, terapeutik, kosmetik, dan pangan.