ABSTRAK Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
COVER Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 1 Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
DAFTAR PUSTAKA Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
LAMPIRAN Meisya Nur'alfiani Eka Putri
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Asparagus officinalis merupakan tanaman dengan kandungan senyawa bioaktif tinggi, rendah kalori, dan tinggi serat yang baik bagi kesehatan. Namun, proses perbanyakan asparagus secara konvensional dinilai kurang efisien karena membutuhkan waktu relatif lama. Budidaya dan pemanfaatan asparagus umumnya menghasilkan limbah agrikultur dalam jumlah besar dengan kandungan serat tinggi, sehingga berpotensi diolah lebih lanjut menjadi produk turunan selulosa bernilai lebih yaitu karboksimetil selulosa (CMC). Metode perbanyakan dengan kultur in vitro menggunakan bioreaktor mist dapat menjadi alternatif peningkatkan laju pertumbuhan biomassa dalam waktu relatif singkat. Pada penelitian ini, asparagus dikultivasi dalam bioreaktor mist dengan variasi penyiraman 2 menit setiap 4 jam dan 8 jam selama 14 hari. Kemudian dilakukan ekstraksi selulosa menggunakan metode updegraff dengan tujuan mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman nutrisi terhadap pertumbuhan dan kandungan selulosa kultur asparagus serta potensinya untuk diproduksi menjadi CMC. Selain itu, dilakukan juga pembuatan CMC dari asparagus dewasa dan pengujian beberapa parameter kelayakan. Hasil penelitian menunjukkan kultur asparagus dengan variasi penyiraman 2 menit setiap 4 jam dan 8 jam secara berturut-turut menghasilkan laju pertumbuhan relatif sebesar 34,380 ± 1,690 mg/mg/hari dan 14,706 ± 2.652 mg/hari, laju penambahan tinggi sebesar 5,026 ± 0,889 mm/hari dan 1,175 ± 0,753 mm/hari, laju multiplikasi tunas sebesar 1,826 ± 0,334 tunas/eksplan dan 1,401 ± 0,185 tunas/eksplan, perubahan pH medium sebesar 1,013 ± 0,225 dan 0,880 ± 0,199, perubahan konduktivitas medium sebesar 45 ± 7 ?s/cm dan 39,333 ± 3,215 ?s/cm, perubahan kandungan sukrosa medium sebesar 2,574 ± 0,557 g/L dan 1,609 ± 0,557 g/L. Ekstraksi updegraff sampel asparagus hasil kultur in vitro pada medium semipadat, menggunakan reaktor mist dengan variasi penyiraman 2 menit setiap 4 jam dan 8 jam, juga asparagus dewasa hasil perbanyakan konvensional, menunjukkan perolehan selulosa secara berturut-turut sebesar 19,409 ± 0,986 %, 7,351 ± 1,013%, 11,119 ± 1,442 %, dan 12,984 ± 0,446 %. Berdasarkan hasil tersebut terbukti bahwa perbanyakan asparagus secara in vitro menggunakan bioreaktor mist mampu meningkatkan pertumbuhan kultur asparagus, tetapi kandungan selulosanya lebih
iv
rendah dibandingkan hasil kultur medium semipadat. Oleh karena itu, hasil kultur medium semipadat lebih berpotensi digunakan sebagai bahan baku produksi CMC komersial karena kandungan selulosa yang lebih tinggi berpotensi menghasilkan lebih banyak CMC.
Perpustakaan Digital ITB