Amunisi merupakan salah satu hal penting dalam pertahanan fisik suatu negara. Tidak ada gunanya senjata api tanpa adanya amunisi. Amunisi merupakan barang sekali pakai, setelah proyektil ditembakkan tidak dapat digunakan lagi karena pelor pasti rusak, propelan terbakar habis, primer atau penggalak juga terbakar. Longsong mungkin masih bisa digunakan dengan perlakuan tertentu karena setelah mengalami pembakaran dari propelan pasti merubah struktur mikronya.
PT Pindad selaku Badan Usaha Milik Negara mendapatkan tugas untuk memproduksi alutsista terutama senjata api, kendaraan tempur dan amunisi. Oleh karena itu, kenaikan permintaan amunisi oleh Kementrian Pertahanan harus direspon dengan baik. Namun pada kenyataan di lapangan, Divisi Munisi yang memproduksi amunisi masih belum dapat memenuhi target produksi seebesar 500 juta butir peluru per tahun. Langkah – langkah pembelian alat dan mesin baru serta investasi yang berkaitan sedang terus digencarkan. Akan tetapi hal tersebut juga belum sepenuhnya dapat memenuhi target produksi.
Dalam tesis ini terdapat sedikit gambaran kurang seimbangnya kapasitas produksi antar proses yang menyebabkan bottle neck produksi, yang berakibat jumlah produk mengikuti kapasitas terkecil dari salah satu proses pembuatan amunisi kaliber 5,56x45mm standar NATO.