Perancangan green building telah menjadi fokus utama untuk merespon dampak konstruksi bangunan terhadap lingkungan. Namun, pemenuhan kriteria green building di Indonesia sulit tercapai karena kurangnya integrasi dalam pengelolaan data dan kolaborasi stakeholder proyek. Penggunaan green BIM dapat menjadi strategi yang dapat mengatasi tantangan tersebut. Perlunya integrasi BIM dalam proses desain green building di Indonesia didasari oleh PP No. 16 Tahu 2021, Peraturan Menteri PUPR No. 21 Tahun 2021, Peraturan Menteri PUPR No. 22 Tahun 2018, dan Peraturan Menteri PUPR No. 9 Tahun 2021 yang mewajibkan penggunaan BIM serta sertifikasi Bangunan Gedung Hijau (BGH) untuk Bangunan Gedung Negara (BGN) dengan luas dan fungsi tertentu. Integrasi ini diiringi oleh persoalan baru seperti interoperabilitas antar BIM tools, manajemen pertukaran data, dan manajemen kolaborasi. Maka, dibutuhkan panduan proses perancangan green BIM di Indonesia dalam bentuk workflow/ process map yang aplikatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran dan alur kerja green BIM dalam proses pemenuhan kriteria sistem penilaian kinerja BGH tahap perencanaan teknis. Melalui kajian literatur, akan diidentifikasi dokumen pembuktian yang dibutuhkan, tolok ukur dan parameter pada setiap dokumen, BIM tools dan LOD yang digunakan, serta displin yang terlibat untuk memenuhi kriteria sistem penilaian kinerja BGH. Kemudian dilakukan analisis distribusi dan bivariat untuk melihat pola distribusinya. Melalui analisis korespondensi cluster hierarchy, diidentifikasi karakteristik kriteria BGH. Lalu dilakukan pembobotan untuk melihat peran BIM dalam pencapaian peluang skor maksimal BGH. Di akhir dilakukan uji coba pemodelan bangunan sehingga menghasilkan dokumen pembuktian yang dibutuhkan dan memetakan workflow prosesnya.
Penelitian menujukkan bahwa terdapat lima jenis dokumen pembuktian pemenuhan kriteria Bangunan Gedung Hijau (BGH) yang belum terpisah secara rinci, dengan gambar perencanaan teknis (DED) menjadi dokumen utama yang dominan. Kategori EPE dan PT merupakan kategori utama dengan peluang skor dan kebutuhan dokumen yang signifikan, sementara PMRL adalah kategori pendukung utama. Terdapat delapan BIM serta auxiliary tools dan tujuh fitur BIM yang dapat digunakan untuk proses pemenuhan kriteria. Fitur model sistem utilitas 3D menjadi fitur yang paling penting dalam pemenuhan kriteria BGH, sementara penggunaan tools BPA masih terbatas karena kurangnya evaluasi kriteria BGH yang konkret. Sebagian besar dokumen membutuhkan tingkat LOD 300 (68%) karena sistem utilitas dominan dikembangkan pada tingkat ini dan dokumen BIM dapat diperbaharui seiring kebutuhan informasi proyek. Kriteria BGH dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan pendekatan desain dalam upaya pemenuhan kriteria, yaitu pendekatan desain pasif, desain aktif, dan non-desain. Setiap kriteria memiliki kecenderungan LOD, fitur BIM, tools, dan disiplin yang terlibat.
BIM memainkan peran penting dalam memenuhi kriteria BGH. Dengan menggunakan BIM authoring tools seperti Revit saja, dapat mencapai 77 poin yang setara dengan tingkat sertifikasi Pratama. Jika dibantu dengan program algoritma Dynamo dan BPA, dapat mencapai 125 dan 149 poin yang setara dengan tingkat Madya dan Utama. Dalam proses perancangan, BIM dapat digunakan untuk melakukan optimasi desain, analisis energi, dan olah informasi berupa perhitungan. Sementara dalam penyusunan dokumen, BIM dapat memproduksi dokumen, menghimpun dokumen, mengatur informasi dalam dokumen, menyediakan dokumen yang responsif terhadap perubahan desain, dan menyediakan data yang dapat digunakan pada tahap proyek berikutnya. Workflow green BIM membantu pengambilan keputusan secara sistematis dan mengantisipasi serta mencegah perubahan yang signifikan untuk mencapai kriteria pada setiap tahap perancangan. Peluang optimasi untuk meningkatkan kinerja bangunan pada LOD 100 terkait eksplorasi bentuk massa bangunan terhadap analisis radiasi matahari, angin, dan energi dari berbagai alternatif massing. Pada LOD 200 terkait bentuk dan dimensi komponen bangunan serta integrasinya dengan perhitungan. Pada LOD 300 terkait komposisi jenis material dan desain aktif. Penelitian merekomendasikan para pemangku kepentingan green building di Indonesia, khususnya pemerintah dan tim perencana, untuk bekerja sama untuk mengembangkan pedoman dan alur kerja yang mengintegrasikan BIM dan green building. Insentif dan pengakuan perlu diberikan kepada mereka yang berhasil mengintegrasikan BIM dan green building secara efektif karena telah menyediakan data yang lebih akurat dan terintegrasi.