digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Ismal Muntaha
PUBLIC sarnya

BAB_1 Ismal Muntaha
PUBLIC sarnya

BAB_2 Ismal Muntaha
PUBLIC sarnya

BAB_3 Ismal Muntaha
PUBLIC sarnya

BAB_4 Ismal Muntaha
PUBLIC sarnya

BAB_5 Ismal Muntaha
PUBLIC sarnya

BAB_6 Ismal Muntaha
PUBLIC sarnya

BAB_7 Ismal Muntaha
PUBLIC sarnya

Wilayah Jatiwangi yang terletak di Kabupaten Majalengka, yang memiliki sejarah panjang sebagai daerah penghasil genteng, selama satu dasawarsa terakhir masuk ke dalam skema pembangunan Segitiga Rebana (Cirebon, Patimban, Kertajati-Majalengka) oleh Pemerintah Jawa Barat. Segitiga Rebana diproyeksikan sebagai pusat ekonomi baru pulau Jawa, dengan 13 kota metropolitan baru yang dibangun dalam 10 tahun ke depan. Di Jatiwangi, puluhan pabrik telah memindahkan pusat produksinya dari Bekasi dan Cikarang secara perlahan. Di dalam situasi transformasi industri tersebut komunitas Jatiwangi art Factory (JaF) berusaha mempertahankan kebudayaan mengolah tanah yang merupakan bagian dari sejarah lanskap wilayahnya melalui berbagai pendekatan seni dalam satu dasawarsa terakhir, untuk menciptakan suatu imajinasi kolektif mengenai kebudayaan tanah. Pada tahun 2019, komunitas JaF mengajukan proyek Kota- Terakota kepada Pemerintah Daerah, yang mengaspirasikan Jatiwangi sebagai wilayah kebudayaan terakota dengan fokus pada kebudayaan tanah sebagai dasar penentu kebijakan. Selain menjelaskan bagaimana seni dapat membentuk imajinasi kolektif, pertanyaan utama yang hendak diuji di dalam tesis ini adalah, bagaimana komunitas mampu mempertahankan imajinasi kolektif mengenai kebudayaan tanah Kota-Terakota dan melanjutkan gagasan tersebut hingga ke ranah strategis, di tengah tekanan lanskap pembangunan yang narasi utamanya adalah kemajuan ekonomi makro. Dengan menggunakan pendekatan teori jaringan aktor (Actor Network Theory), penelitian ini akan menjelaskan relasi antar aktor baik human dan non-human, untuk mendapatkan gambaran konkrit mengenai unsur-unsur apa yang terbentuk secara organik di dalam pembentukan imajinasi kebudayaan tanah di dalam masyarakat. Hasilnya akan digunakan sebagai basis bagi perumusan strategi pembangunan yang kongkrit, dengan menekankan pada proses produksi bersama (co-production) antara komunitas, otoritas publik, perusahaan, aktivis, dan jaringan lainnya termasuk agensi dari non-human di dalam mengembangkan Kota-Terakota.