digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Aria Permana
PUBLIC sarnya

BAB_1 Aria Permana
PUBLIC sarnya

BAB_2 Aria Permana
PUBLIC sarnya

BAB_3 Aria Permana
PUBLIC sarnya

BAB_4 Aria Permana
PUBLIC sarnya

BAB_5 Aria Permana
PUBLIC sarnya

BAB_6 Aria Permana
PUBLIC sarnya

2024_TS_PP_ARIA_PERMANA_DAFUS.pdf
EMBARGO  2027-01-16 

2024_TS_PP_ARIA_PERMANA_LAMAPIRAN.pdf
EMBARGO  2027-01-16 

Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dijelaskan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, maka Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, dan Bupati/Walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan tersebut dilaksanakan dengan berpedoman pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Penyelenggaraan SPIP diukur dengan menggunakan penilaian level maturitas. Penelitian ini merumuskan masalah berkaitan dengan adanya kontradiksi ataupun gap antara tujuan pencapaian SPIP dengan kondisi riil yang ditemui di dalam organisasi pemerintahan. Penilaian level maturitas SPIP bagi sebagian besar Pemerintah Daerah di wilayah Jawa Barat mencapai level yang tinggi. Namun demikian, menurut data statistik, wilayah Jawa Barat yang menjadi objek dalam penelitian ini juga mencatatkan kasus tindak pidana korupsi yang tinggi. Kontradiksi ini kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan actor network theory (ANT), dengan fokus pada sirkulasi diantara para aktor dan jaringan yang terlibat di dalamnya. Secara umum, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan disain studi kasus yaitu terhadap Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jawaban atas tujuan penelitian tentang distribusi peran dalam penyelenggaraan SPIP di Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, terjadi group forming dalam penyelenggaraan SPIP. Kedua, Aktor pimpinan yang seharusnya berperan paling penting dalam penyelenggaraan SPIP, dalam penelitian ini diidentifikasi tidak bersirkulasi dengan kuat, sehingga peranannya tidak dominan. Ketiga, SPIP sebagai objek teknis memiliki peran dan menegaskan prinsip objects too have agencies. Sedangkan, jawaban atas tujuan penelitian kedua berkaitan dengan resistansi dalam penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dimana resistansi diidentifikasi oleh peneliti dalam 2 cluster besar yaitu cluster aktor dan cluster jaringan. Peneliti menyimpulkan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada akhirnya bukanlah konsep yang ajeg atau kaku, melainkan perlu disesuaikan seiring dengan aktor dan jaringan yang selalu bersirkulasi. Novelty pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bukanlah hal yang tidak mungkin. Sebaliknya kebaruan-kebaruan terus dibutuhkan, sebagai langkah penyesuaian akan resistansi-resistansi baru, yang bisa saja -dan kemungkinan besar- akan muncul.