Antibiotik merupakan obat yang digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Antibiotik yang tidak digunakan secara bijak dapat memicu timbulnya
masalah resistensi. Adanya resistensi antibiotik menyebabkan penurunan
kemampuan antibiotik tersebut dalam mengobati infeksi. Pneumonia adalah
penyebab kematian infeksi tunggal terbesar pada anak-anak di seluruh dunia. Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi
penggunaan antibiotik secara kuantitatif dan kualitatif. Jenis penelitian ialah
deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional dan pengambilan data
dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pasien. Pengambilan data dilakukan dengan metode total sampling dengan hasil 153
pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Evaluasi antibiotik dilakukan secara
kuantitatif menggunakan metode Anatomy Therapeutic Chemical/Defined Daily
Dose (ATC/DDD) dan segmen DU 90%, sedangkan evaluasi kualitatif
menggunakan metode Gyssens Flowchart. Hasil evaluasi kuantitatif menunjukkan
ampisilin-sulbaktam memiliki DDD/100 patient-days tertinggi yaitu 9,4 DDD/100
patient-days, diikuti oleh seftriakson sebesar 8,82 DDD/100 patient-days dan
sefotaksim sebesar 4,33 DDD/100 patient-days. Untuk hasil segmen DU 90%
terdapat 3 antibiotik yang masuk dalam segmen DU 90% yaitu ampisilin- sulbaktam, seftriakson, dan sefotaksim. Hasil evaluasi Gyssens mendapatkan hasil
95,65% antibiotik digunakan secara rasional, 3,91% antibiotik masuk ke dalam
kategori IIA yaitu penggunaan antibiotik tidak tepat dosis (subdosis), dan 0,43%
masuk dalam kategori IVA yaitu ada alternatif lain yang lebih efektif. Hasil
evaluasi dilakukan analisis dengan menggunakan chi-square dan menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian antibiotik yang rasional
dengan luaran terapi. Untuk hasil analisis faktor risiko menunjukkan hasil bahwa
tidak terdapat hubungan antara faktor jenis kelamin, usia, status gizi, lama rawat, dan jumlah diagnosa terhadap luaran klinis pasien.