Jembatan merupakan salah satu infrastruktur yang memiliki peran penting dalam menunjang konektivitas antar daerah khususnya di Indonesia, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi kegempaan yang tinggi karena bearada di antara 3 pertemuan lempeng aktif Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik sehingga struktur jembatan perlu memiliki ketahanan terhadap beban gempa. Seiring perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, standar pedoman tentang perencanaan desain jembatan terhadap beban gempa mengalami pembaharuan, metode perencanaan jembatan terhadap beban gempa di Indonesia tercantum dalam SNI 2833:2016 dimana masih menggunakan metode LRFD, belum ada peraturan di Indonesia yang menjelaskan evaluasi kinerja seismik dengan metode Performance-Based Seismic Design (PBSD). Gempa berkekuatan M 7,7 (BMKG, 2018) mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 sehingga menyebabkan kerusakan pada infrastruktur jembatan, salah satunya Jembatan Dolago yang terletak di Kabupaten Parigi Mountong, Sulawesi Tengah. Panjang total Jembatan Doalgo adalah 111,2 m yang terdiri dari 3 bentang bertumpuan sederhana (20,6+70+20,6) dengan sistem perletakan konvensional (pot bearing) dimana bentang utamanya berupa struktur pelengkung beton bertulang prategang sepanjang 70 m. Evaluasi kinerja seismik dilakukan dengan metode Performance-Based Seismic Design (PBSD) berdasarkan dokumen NCHRP 949 dengan parameter strain limit pada elemen kolom (pier) beton bertulang, kemudian dilakukan perencanaan retrofitting melalui pendekatan modifikasi respon struktur menggunakan seismic isolation bearing (SIB) tipe Lead Rubber Bearing (LRB) dan Friction Pendulum Sliding Bearing (FPSB) untuk mengetahui perubahan perilaku dan ketahanan struktur terhadap beban gempa. Metode Non-linear Time History Analysis (NLTHA) dilakukan menggunakan 7 pasang ground motion yang mewakili kondisi di lokasi Jembatan Dolago. Penelitian ini memiliki hipotesis bahwa tingkat kinerja Jembatan Dolago pada gempa batas atas kala ulang 1000 tahun (upper-level earthquake) adalah operational (PL2) dan untuk gempa batas bawah kala ulang 100 tahun (lower-level earthquake) adalah fully operational (PL3) sesuai tingkat kinerja minimal yang disyaratkan dalam NCHRP 949 untuk kategori operasional jembatan penting. Hasil retrofitting menggunakan SIB diproyeksikan dapat mengurangi gaya dalam yang dialami oleh struktur sehingga dapat meminimalisir kerusakan yang terjadi pada gempa batas atas (kala ulang 1000 tahun).