digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB 1 Hafidz Alhadi Luqmana
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Hafidz Alhadi Luqmana
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Hafidz Alhadi Luqmana
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Hafidz Alhadi Luqmana
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

BAB 5 Hafidz Alhadi Luqmana
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Hafidz Alhadi Luqmana
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

Perubahan cepat dalam lingkungan kerja dan peningkatan prevalensi pengaturan kerja jarak jauh dan hybrid telah menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap kesejahteraan karyawan dan burnout. Studi ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara pengaturan kerja yang berbeda (sepenuhnya di tempat, hybrid, dan sepenuhnya jarak jauh) dan tingkat burnout di kalangan karyawan di Indonesia. Desain survei cross-sectional digunakan, dan data dikumpulkan dari karyawan fulltime menggunakan kuesioner online. Tingkat burnout peserta diukur menggunakan Burnout Assessment Tool 12-item (BAT-12). Informasi demografis dan jenis pengaturan kerja juga dicatat. Studi ini menggunakan data yang dikumpulkan dari sampel 1.355 karyawan Indonesia. Menurut penelitian, prevalensi burnout adalah 55,5% (n=752) (skor merah), 28,9% (n=392) lainnya tidak berisiko burnout (skor hijau), dan 15,6% (n=211) memiliki risiko burnout (skor oranye). Pengaturan kerja yang paling umum adalah bekerja dari kantor (68,4%), diikuti oleh hybrid (26,2%) dan bekerja jarak jauh (5,4%). Analisis statistik deskriptif mengungkapkan bahwa skor rata-rata burnout adalah 3,06, menunjukkan risiko tinggi burnout di antara peserta secara umum. Karyawan jarak jauh memiliki skor rata-rata burnout terendah, 2,8387, sementara karyawan kantor memiliki skor rata-rata burnout tertinggi, 3,1087. Analisis statistik inferensial, termasuk korelasi dan regresi, dilakukan untuk mengeksplorasi hubungan antara pengaturan kerja dan burnout. Analisis post-hoc menggunakan uji Games-Howell menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam skor burnout antara pekerja jarak jauh dan di tempat (Mean Difference = 0,269999, p = 0,01). Hasilnya menunjukkan bahwa pekerja jarak jauh mengalami tingkat burnout yang lebih rendah secara signifikan daripada pekerja di tempat. Analisis lebih lanjut menggunakan model regresi berganda menguji pengaruh faktor demografis, seperti jenis kelamin, usia, dan status hubungan, pada skor burnout. Model tersebut juga mengungkapkan bahwa perempuan dan karyawan yang lebih muda lebih rentan mengalami burnout. Dari analisis tersebut, studi ini menyimpulkan bahwa pengaturan kerja jarak jauh dapat secara efektif berkontribusi untuk mengurangi burnout karyawan. Ini menekankan pentingnya mempertimbangkan demografi karyawan yang beragam saat mengatasi burnout di tempat kerja. Solusi yang diusulkan mencakup mengutamakan pilihan untuk melakukan pengaturan kerja jarak jauh dan hybrid, memberikan dukungan yang untuk karyawan berisiko burnout, mendorong budaya organisasi yang mendukung, dan menawarkan strategi alternatif ketika kerja jarak jauh tidak memungkinkan, dapat menjadi dasar bagi organisasi di Indonesia untuk mengembangkan dan menerapkan strategi yang efektif yang mengutamakan kesejahteraan karyawan dan mengurangi tingkat burnout.