Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak implementasi penegakan penangkapan ikan terukur yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, peraturan tersebut mengatur tentang pemberian sanksi atas pelanggaran ketentuan zona penangkapan dan kuota penangkapan ikan, yang ditegakan melalui pengawasan dan patroli kapal penangkap ikan. Studi ini menggunakan pemodelan sistem dinamik dengan memodelkan sistem sumber daya perikanan, sistem pengusahaan penangkapan ikan, dan sistem ekonomi wilayah pada kawasan perairan laut Kabupaten Natuna. Perilaku model sistem dinamik dari tahun 2022 hingga 2041 memperlihatkan bahwa pada tahun 2030 dan seterusnya akan terjadi overfishing di perairan laut Kabupaten Natuna karena penangkapan ikan melebihi Jumlah Tangkapan yang Dibolehkan (JTB), yang sudah diatur dalam KepmenKP 19/2022. Penangkapan ikan yang terus meningkat tentunya akan meningkatkan nilai produksi perikanan yang tumbuh dari Rp 2.48 Trilliun (2022) menjadi Rp 30.14 trilliun (2041), yang berkontribusi menambah PDRB Kabupaten Natuna scara signifikan menjadi Rp 507 Trilliun pada 2041. Namun, pencurian ikan marak terjadi dengan estimasi kerugian Rp 487.3 Milyar/tahun. Oleh karena itu, masalah overfishing dan pencurian ikan ditangani dengan intervensi kebijakan pengawasan dan patroli kapal penangkapan ikan dengan tiga skenario, saat kebijakan berjalan 25%, 50%, dan 100%. Dengan intervensi kebijakan yang berjalan penuh, maka tingkat pemanfaatan perikanan dikendalikan menjadi turun 45.1% dari skenario tanpa kebijakan, sehingga masalah overfishing tidak terjadi. Selain itu, nilai pencurian perikanan turun 70% dari skenario dasar. Penerapan peraturan zonasi penangkapan dan kuota penangkapan ikan melalui instrumen sanksi tentunya akan menurunkan produksi perikanan dan PDRB Kab.Natuna masing-masing 30% dan 17%, tetapi kebijakan tersebut efektif melindungi ekosistem sumber daya perikanan dan mengurangi kasus pencurian ikan secara signifikan.