digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 1 Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 2 Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 3 Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 4 Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 5 Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 6 Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 7 Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira

PUSTAKA Hertria Maharani Putri
PUBLIC Yoninur Almira


Relasi antara jaringan lokal dan jaringan eksternal dari luar wilayah yang tidak dibahas dalam pembangunan mengakibatkan banyaknya kegagalan dalam proses pengembangan wilayah. Pendekatan pembangunan kawasan pinggiran selama ini selalu dilakukan secara eksogen ataupun endogen tanpa melihat relasi yang dapat terjadi dengan memadukan dua pendekatan tersebut. Pendekatan neo-endogen hadir memberikan ruang terhadap pembahasan jaringan pada pembangunan untuk melihat hubungan antara aktor eksogen dan aktor endogen. Namun sejauh ini, pembahasan jaringan dalam pembangunan neo-endogen hanya sebatas jaringan yang nampak, belum mengarah pada jaringan implisit. Untuk mengungkap jaringan implisit tersebut maka dibutuhkan perspektif relasi kekuasaan dalam menjelaskan mekanisme pendekatan neo-endogen dapat dilakukan dalam pengembangan wilayah wilayah pinggiran. Perspektif relasi kekuasaan membantu menginvestigasi kekuataan tersembunyi dan kekuataan tidak terlihat dari sebuah proses pembangunan yang dapat menjadi indikasi dari jaringan implisit pulau terluar sehingga menghasilkan gambaranmekanisme interaksi jaringan antar aktor dalam pembangunan neo-endogen pulau terluar baik yang sifatnya eksplisit maupun implisit. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan tujuan menganalisis kasus pembangunan wilayah di pinggiran negara kepulauan yaitu pulau terluar yaitu Kabupaten Natuna, Propinsi Kepulauan Riau sebagai wilayah yang didominasi oleh pembangunan eksogen tetapi memiliki banyak modal endogen pulau yang berguna bagi pengembangan wilayah pulau. Sektor perikanan dijadikan sebagai sektor primer bahasan penelitian yang juga merupakan modal teritori terbesar dari pulau. Data diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap informan kunci dan dianalisis dengan analisis pemangku kepentingan dan kubus kekuasaan. Penelitian ini memberikan sumbangan teoritik terkait: (1). pengetahuan terkait mekanisme interaksi antara aktor lokal dan ekstra lokal pada pembangunan pulau terluar, di mana pendekatan tersebut belum pernah dibahas kecuali pada konteksii pedesaaan di daratan dalam pendekatan neo-endogen; (2). Perspektif kekuasaan dalam pembangunan neo-endogen yang diintegrasikan dengan metodologi multidisiplin yaitu ilmu politik akan menjadi pendekatan baru untuk menjadi alat epistimologis dalam kerangka pembangunan neo-endogen. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan perspektif relasi kekuasaan, ditemukan bentuk mekanisme interaksi antara elemen eksogen dan endogen. Jika dalam pembangunan eksogen, agensi eksogen dan endogen hanya memiliki hubungan satu arah yang cenderung top down, maka pada pendekatan neo-endogen di pulau, terjadi relasi kuasa yang sifatnya tidak hanya satu arah antara agensi eksogen dan endogen. Agensi endogen setelah mendapatkan pengaruh dan pemahaman dari agensi eksogen dalam sebuah kondisi lingkungan ekstra lokal, mereka mampu menciptakan ruang otonom kekuasaan mereka sendiri. Ruang otonom kekuasaan akan semakin memperkecil jarak kekuasaan antara aktor eksogen dan endogen sehingga memperbesar potensi kesinambungan antara regulasi dan implementasi. Ruang kekuasaan otonom tumbuh dari lingkungan ekstra lokal dimana pengaruh, informasi, pengetahuan, cara berpikir, nilai dan norma agensi eksogen diberikan kepada agensi endogen. Ruang kekuasaan otonom meningkatkan kapasitas dari aktor-aktor endogen baik dari segi transfer pengetahuan maupun dari segi kemampuan berpartisipasi untuk pada akhirnya mempengaruhi agensi eksogen dalam proses pengambilan keputusan. Dengan adanya hubungan saling mempengaruhi dan peningkatan kapasitas aktor endogen, tentunya akan menjadi umpan balik bagi setiap kebijakan pembangunan pulau terluar