BAB 1 Bilal Dwi Anugrah
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Bilal Dwi Anugrah
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Bilal Dwi Anugrah
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Bilal Dwi Anugrah
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Bilal Dwi Anugrah
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Bilal Dwi Anugrah
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Bijih timah kasiterit terbagi menjadi dua jenis, yakni bijih timah primer dan bijih
timah aluvial. Bijih timah aluvial lebih mudah untuk diolah melalui konsentrasi
gravitasi dikarenakan ukuran liberasinya yang relatif lebih kasar. Namun, cadangan
bijih timah aluvial diprediksi akan habis dalam waktu kurang dari 10 tahun
mendatang sehingga kedepannya produksi logam timah difokuskan pada bijih timah
primer. Bijih timah primer mengandung timah dengan kadar yang rendah sehingga
diperlukan proses konsentrasi untuk meningkatkan kadar timah agar dapat dilebur
dan dimurnikan. Metode yang dapat dilakukan untuk mengolah bijih timah primer
adalah fuming. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh temperatur,
penambahan batubara, dan penambahan pirit terhadap penguapan timah pada
proses fuming konsentrat timah primer.
Serangkaian percobaan dilakukan dengan mencampurkan konsentrat timah primer,
batubara, dan pirit dengan memvariasikan penambahan batubara sebesar 0%;
4,13%; 8,25%; dan 12,38% serta penambahan pirit sebesar 1,75; 1,90; 2,05; 2,20;
dan 2,35 kali kebutuhan stoikiometrik. Proses fuming dilakukan pada horizontal
tube furnace dan rotary tube furnace selama 2 dan 3 jam dalam keadaan inert
dengan mengalirkan gas argon dengan laju alir 1 L/menit. Percobaan dilakukan
dengan variasi temperatur 900, 950, 1000, dan 1050 °C. Hasil percobaan berupa
residu dan debu dianalisis dengan menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF) dan
Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive Spectrometry (SEM – EDS)
untuk mengetahui komposisi kimianya sehingga persen penguapan timah pada
proses fuming dapat dihitung.
Persen penguapan Sn meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur proses
dari 900 hingga 1050 °C. Persen penguapan lebih dari 99% (dengan adanya
batubara) dapat diperoleh pada temperatur minimum 950 °C. Percobaan tanpa
penambahan batubara menghasilkan penguapan Sn yang relatif lebih rendah
dibandingkan percobaan dengan penambahan batubara. Penambahan batubara dari
4,13% hingga 12,38% menurunkan persen penguapan Sn. Penambahan pirit dari
1,75 hingga 2,35 kali kebutuhan stoikiometrik menurunkan persen penguapan Sn.
Persen penguapan Sn tertinggi sebesar 99,62% diperoleh dengan penambahan
4,13% batubara dan 2,35 kali kebutuhan stoikiometrik pirit pada suhu 1050 °C.