digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Industri konstruksi memiliki tingkat risiko keselamatan kerja yang tinggi, tidak terkecuali di Indonesia. Kepemimpinan keselamatan adalah faktor utama dalam membentuk kinerja keselamatan konstruksi yang diwujudkan melalui kondisi zero accident. Dalam konteks proyek konstruksi pemerintah Indonesia, pemimpin dengan tingkat pengaruh terbesar adalah pemilik proyek yang direpresentasikan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model hubungan kematangan kepemimpinan keselamatan para pemilik proyek dengan kinerja keselamatan proyek konstruksi. Model kematangan kepemimpinan keselamatan konstruksi ditentukan oleh 5 variabel independen yang telah tervalidasi oleh pakar yaitu: 1) kematangan properti dan karakter pemimpin; 2) kematangan psikososial; 3) kematangan partisipatif; 4) kematangan komunikasi publik; dan 5) kematangan kompetensi keselamatan. Lima variabel tersebut membentuk kinerja keselamatan proyek sebagai variabel dependen. Pengumpulan data melalui survei dilakukan kepada 323 responden yang berasal dari proyek konstruksi pemerintah (khususnya Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan RI). Hasil analisis dengan metode Structural Equation Modelling (SEM) melalui perangkat lunak AMOS menunjukkan bahwa kematangan kepemimpinan PPK masih rendah. Variabel kematangan tertinggi adalah aspek partisipatif dan yang terendah adalah aspek properti dan karakter pemimpin. Kontribusi PPK yang menggambarkan kematangannya terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu sebelum dilaksanakan proyek, saat pelaksanaan proyek, dan saat terjadinya kecelakaan proyek. Kontribusi utama sebelum pelaksanaan proyek adalah dalam upaya PPK memastikan pemilihan kontraktor yang memiliki standar sistem manajemen keselamatan kerja konstruksi yang baik. Pada tahap pelaksanaan proyek, pengawasan PPK menjadi hal yang utama. Kontribusi pada dua tahapan tersebut diharapkan menghasilkan zero accident pada proyek, namun PPK tetap harus memastikan kecepatan penanganan jika terjadi kecelakaan pada proye Melalui hasil perhitungan kematangan kepemimpinan, PPK memiliki kecenderungan memiliki gaya kepemimpinan transactional yang lebih lemah dibanding gaya kepemimpinan transformational. Kepemilikan terhadap dua gaya kepemimpinan di atas disebut sebagai full range leadership. Untuk dapat merincikan kematangan seorang PPK secara khusus, dua cara penilaian dapat dilakukan melalui instrumen berdasarkan indikator dominan yang dihasilkan oleh perhitungan kematangan kepemimpinan. Cara pertama adalah penilaian oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan yang kedua adalah penilaian mandiri oleh PPK. Penelitian ini menuntut PPK untuk memiliki kematangan kepemimpinan guna melaksanakan tugas yang substantif terkait keselamatan, tidak hanya administratif. Hal ini menjadi rekomendasi untuk melengkapi peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas dan tanggung jawab PPK. Lebih lanjut, peran pemilik proyek yang telah fokus pada substansi keselamatan juga perlu dilengkapi dengan tugastugas administratif untuk memastikan pelaksanaan proyek yang aman dan teratur.