Industri konstruksi memiliki tingkat risiko keselamatan kerja yang tinggi, tidak
terkecuali di Indonesia. Kepemimpinan keselamatan adalah faktor utama dalam
membentuk kinerja keselamatan konstruksi yang diwujudkan melalui kondisi zero
accident. Dalam konteks proyek konstruksi pemerintah Indonesia, pemimpin
dengan tingkat pengaruh terbesar adalah pemilik proyek yang direpresentasikan
oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan
untuk mengembangkan model hubungan kematangan kepemimpinan keselamatan
para pemilik proyek dengan kinerja keselamatan proyek konstruksi.
Model kematangan kepemimpinan keselamatan konstruksi ditentukan oleh 5
variabel independen yang telah tervalidasi oleh pakar yaitu: 1) kematangan properti
dan karakter pemimpin; 2) kematangan psikososial; 3) kematangan partisipatif; 4)
kematangan komunikasi publik; dan 5) kematangan kompetensi keselamatan. Lima
variabel tersebut membentuk kinerja keselamatan proyek sebagai variabel
dependen.
Pengumpulan data melalui survei dilakukan kepada 323 responden yang berasal
dari proyek konstruksi pemerintah (khususnya Kementerian PUPR dan
Kementerian Perhubungan RI). Hasil analisis dengan metode Structural Equation
Modelling (SEM) melalui perangkat lunak AMOS menunjukkan bahwa
kematangan kepemimpinan PPK masih rendah. Variabel kematangan tertinggi
adalah aspek partisipatif dan yang terendah adalah aspek properti dan karakter
pemimpin. Kontribusi PPK yang menggambarkan kematangannya terbagi menjadi
tiga tahapan, yaitu sebelum dilaksanakan proyek, saat pelaksanaan proyek, dan saat
terjadinya kecelakaan proyek. Kontribusi utama sebelum pelaksanaan proyek
adalah dalam upaya PPK memastikan pemilihan kontraktor yang memiliki standar
sistem manajemen keselamatan kerja konstruksi yang baik. Pada tahap pelaksanaan
proyek, pengawasan PPK menjadi hal yang utama. Kontribusi pada dua tahapan
tersebut diharapkan menghasilkan zero accident pada proyek, namun PPK tetap
harus memastikan kecepatan penanganan jika terjadi kecelakaan pada proye Melalui hasil perhitungan kematangan kepemimpinan, PPK memiliki
kecenderungan memiliki gaya kepemimpinan transactional yang lebih lemah
dibanding gaya kepemimpinan transformational. Kepemilikan terhadap dua gaya
kepemimpinan di atas disebut sebagai full range leadership. Untuk dapat
merincikan kematangan seorang PPK secara khusus, dua cara penilaian dapat
dilakukan melalui instrumen berdasarkan indikator dominan yang dihasilkan oleh
perhitungan kematangan kepemimpinan. Cara pertama adalah penilaian oleh Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) dan yang kedua adalah penilaian mandiri oleh PPK.
Penelitian ini menuntut PPK untuk memiliki kematangan kepemimpinan guna
melaksanakan tugas yang substantif terkait keselamatan, tidak hanya administratif.
Hal ini menjadi rekomendasi untuk melengkapi peraturan perundang-undangan
yang mengatur tugas dan tanggung jawab PPK. Lebih lanjut, peran pemilik proyek
yang telah fokus pada substansi keselamatan juga perlu dilengkapi dengan tugastugas
administratif untuk memastikan pelaksanaan proyek yang aman dan teratur.