digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Salsabilla Maulina Putri
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 1 Salsabilla Maulina Putri
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 2 Salsabilla Maulina Putri
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 3 Salsabilla Maulina Putri
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 4 Salsabilla Maulina Putri
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 5 Salsabilla Maulina Putri
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

PUSTAKA Salsabilla Maulina Putri
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

Sejak tahun 1980-an hingga saat ini, telah terjadi pergeseran paradigma pariwisata ke arah yang lebih berkelanjutan, sehingga menggeser minat berwisata dari wisata massal ke wisata alternatif diantaranya adalah wisata pedesaan. Salah satu bentuk pengembangan wisata pedesaan adalah melalui penyelengg araan desa wisata. Secara konsepsi, penyelenggaraan desa wisata seharusnya memuat prinsip-prinsip berkelanjutan, yaitu keseimbangan antara pembangunan sosial ekonomi, budaya, dan lingkungan. Diketahui bahwa Desa Wisata Alamendah merupakan desa wisata terbaik di Kabupaten Bandung. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji penerapan konsep desa wisata berkelanjutan pada penyele nggaraan Desa Wisata Alamendah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran kualitatif dan kuantitatif. Dilakukan studi literatur untuk megidentifikasi kriteria dan indikator ideal penyelenggaraan desa wisata berkelanjutan. Masing-masing indikator akan memiliki nilai skor dengan rentang 1 – 4, kemudian dilanjutkan dengan pendefinisian syarat skor terendah hingga skor tertinggi per indikator. Kondisi eksisting di Desa Wisata Alamendah dianalisis secara deskriptif kualitatif, dan dilajutkan dengan analisis skoring untuk menghasilkan klasifikasi penerapan desa wisata berkelanjutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Desa Wisata Alamendah telah menyelenggarakan desa wisata secara ‘cukup berkelanjutan’, ditinjau dari empat aspek destinasi wisata berkelanjutan yaitu lingkungan, budaya, sosial ekonomi, dan pengelolaan. Aspek sosial ekonomi memiliki nilai skor rata -rata paling tinggi, disusul dengan aspek budaya dan aspek pengelolaan. Sementara aspek lingkungan memiliki skor rata-rata paling rendah, khususnya pada indikator yang membahas mengenai pengelolaan limbah dan pengelolaan tindakan wisatawan. Hal ini menandakan bahwa masih terdapat beberapa hal terkait penyelenggaraan aspek lingkungan yang belum sesuai dengan prinsip berkelanjutan.