Dampak perkembangan teknologi semakin tak terbatas dan merambah ke aspek
penting dalam roda pemerintahan yang dipaksa untuk memberikan tata kelola yang
baik dan responsif. Upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan pelayanan
publik melalui penggunaaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi suatu
terobosan yang sangat perlu untuk dilakukan khususnya dalam penciptaan nilai
pelayanan publik yang efektif dan efisien. Khususnya di DKI Jakarta, penerapan eGovernment telah memberikan dampak praktis yang positif dalam tata kelola kota.
Dalam berbagai masalah perkotaan yang ditemui di Jakarta urusan perumahan
rakyat menjadi salah satu isu strategis yang harus ditangani oleh Pemprov DKI
Jakarta untuk memenuhi amanat UUD 1945 Pasal 28 terkait tempat tinggal yang
layak. Pemprov DKI Jakarta menyediakan tempat tinggal layak salah satunya dalam
bentuk kebijakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Di dalam pengelolaan
rusunawa, masalah kepenghunian sangat erat kaitannya dengan tingkat kepuasan
penghuni rusunawa itu sendiri. Dan salah satu atribut pembentuknya yaitu layanan
jasa yang diberikan oleh pengelola. Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman melakukan peningkatan pelayanan
penghunian rusunawa yang dilakukan oleh unit pengelola dengan membangun
sistem digitalisasi pelayanan melalui SIRUKIM. Dalam menjalankan tugasnya
pengelola rusunawa digambarkan sebagai street level bureaucrat yang selalu
berinteraksi langsung dengan masyarakat dan memiliki keleluasaan diskresi dalam
pelayanan yang diberikan. Disisi lain, pada prinsipnya sistem digitalisasi dapat
mengotomatisasi peran tugas pengelola namun pelayanan dalam rusunawa
membutuhkan pelayanan yang dapat berinteraksi secara langsung dengan
pengelola. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh
penerapan digitalisasi pelayanan publik dalam penghunian rusunawa DKI Jakarta
terhadap peran dan tugas pengelola dan bagaimana perubahan outcome pelayanan
yang diterima penghuni rusunawa tersebut. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode campuran, dengan terlebih dahulu melakukan
penelitian kualitatif untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diketahui dalam
penerapan e-Government dan pelaksanaan peran dan tugas pengelola sebagai street level bureaucrat berdasarkan hasil studi kepustakaan dan wawancara. Selanjutnya,
penelitian kuantitatif dilakukan untuk melihat gambaran komponen-komponen
yang mempengaruhi peran dan tugas pengelola dan keleluasaan diskresi yang
dimiliki sebagai street level bureaucrat serta perbandingan outcome pelayanan
yang diterima penghuni rusunawa berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner
kepada pengelola dan penghuni. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
penerapan teoritis dalam ilmu tata kelola perkotaan khususnya mengenai
infrastuktur dan manajemen pelayanan publik. Selain itu, penelitian ini dapat
menjadi masukan terhadap perbaikan pengelolaan rusunawa kedepannya, serta
untuk memutuskan kebijakan dan program peningkatan kepuasan penghuni rumah
susun.
Berdasarkan hasil analisis, dukungan terhadap penerapan digitalisasi dinilai cukup
baik sebagai tahap awal dilaksanakannya sistem informasi teknologi digital. Hal ini
terlihat dari tersedianya dukungan kepemimpinan, regulasi, sumber daya, teknologi
informasi dan kelembagaan. Tidak adanya perubahan signifikan pada alur dan
prosedur pelayanan. Digitalisasi mengubah beberapa tahapan pelayanan menjadi
lebih mudah, cepat, tertangani lebih banyak, dan terdata. Berdasarkan hasil
kuesioner pengelola untuk komponen pelaksanaan peran dan tugas pengelola:
kebijakan/peraturan resmi dikategorikan ’baik’, sumber daya manusia
dikategorikan ’baik’, norma dan nilai dikategorikan ’sangat baik’; dan manajemen
organisasi dikategorikan ’Sangat Baik’. Namun, sebagai street level bureaucrat,
terkadang pengelola masih harus melakukan tindakan ‘diskresi’ kepada masyarakat
karena adanya pemenuhan target organisasi, permintaan bantuan layanan dari
warga dan potensi masukan/arahan/kepentingan dari unsur politikal. Penerapan
digitalisasi pelayanan memberikan pengaruh berupa perubahan yang kecil kepada
peran dan tugas pengelola, perubahan yang besar dalam keleluasaan diskresi
(mayoritas responden menyatakan diskresi tidak dapat dilakukan lagi) serta
perubahan outcome pelayanan yang diterima dimana penghuni merasa lebih puas
ketika menerima pelayanan secara digital dibandingkan dengan cara konvensional.
Dengan melihat beberapa pandangan teori yang ada, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ‘interferensi’ manusia tidak menghilang namun berkurang
dalam pelayanan rusunawa ketika menerapkan digitalisasi. Karena sekalipun
interaksi tatap muka cukup berkurang dalam pelayanan, namun hal ini tidak bisa
dihilangkan. Pelayanan penghunian rumah susun merupakan bagian pelayanan
yang kompleks. Karena didalamnya banyak berkaitan dengan kepentingan dasar
masyarakat dan kepentingan unsur politikal yang membutuhkan penilaian dan
keputusan analitis dari atasan. Sehingga tindakan diskresi secara digital sulit
dilakukan dengan teknologi komputer karena masih adanya campur tangan manusia
yang parsial dalam prosesnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aplikasi
digitalisasi pelayanan dalam penghunian rusunawa ini layak untuk digunakan dan
dikembangkan sesuai dengan dengan kebutuhan pelayanan penghuni dan calon
penghuni. Namun, peran pengelola sebagai street level bureaucrat tidak dapat
digantikan oleh penerapan digitalisasi. Untuk itu, dibutuhkannya pengawasan yang
lebih baik lagi pada penggunaan sistem aplikasi digital dan kepada pengelola dalam
mengeluarkan diskresi yang bertentangan dengan nilai transparansi dan
akuntabilitas.