Kenari (Canarium indicum L.) merupakan tanaman asli Indonesia dan banyak
tersebar pertumbuhannya di daerah Indonesia bagian timur dengan sentra
penyebaran antara lain Pulau Kangean, Pulau Bawean, Nusa Tenggara, Sulawesi,
dan Maluku. Produksi kenari setiap tahunnya cukup tinggi yaitu mencapai 4 – 7 ton
NIT (nut in testa)/ha/tahun. Walaupun produksinya tinggi, hingga saat ini di
Indonesia kenari tidak diperhitungkan menjadi komoditi unggulan dan
pemanfaatannya masih terbatas. Telah dilaporkan bahwa kenari mengandung kadar
lemak yang tinggi yaitu sekitar 75% (b/b). Saat ini minyak kenari telah
dikomersilkan dengan nama “Nangai oil” oleh SeneGence International dengan
wilayah distribusi Amerika, Australia, dan Kanada. Ampas sisa pengepresan
minyak biji kenari (pressed cake/biji kenari defatted) masih mengandung nutrisi
yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Selama ini, biji kenari defatted biasa
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Penelitian mengenai protein biji kenari dan
pemanfaatannya saat ini belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
meneliti kandungan protein biji kenari (Canarium indicum L.), guna
mengembangkan pemanfaatan protein biji kenari sebagai hidrolisat protein yang
memiliki aktivitas antioksidan.
Biji kenari NIT (nut in testa) diberikan perlakuan awal berupa pemanasan,
pengupasan, pengepresan mekanik, dan pembuatan serbuk hingga diperoleh serbuk
biji kenari defatted. Serbuk tersebut selanjutnya dikarakterisasi melalui analisis
proksimat dengan penentuan kadar protein menggunakan metode Kjeldahl. Hasil
menunjukkan biji kenari defatted memiliki kadar protein sebesar 36,039 ± 0,003 %
dari bobot total sampel (b/b). Selanjutnya biji kenari defatted diekstraksi dengan
dapar fosfat dan menghasilkan ekstrak protein biji kenari defatted. Hasil analisis
kadar protein menggunakan metode Lowry menunjukkan bahwa ekstrak protein biji
kenari defatted memilik kadar protein sebesar 43,246 ± 3,064 mg/mL. Ekstrak
protein ini kemudian dihidrolisis menggunakan protease yaitu papain, flavourzyme,
dan pepsin. Optimasi proses untuk menentukan kondisi hidrolisis terbaik dilakukan
dengan response surface methodology (RSM). Optimasi yang dilakukan
melibatkan 3 variabel bebas yaitu konsentrasi enzim/substrat [E/S] (%), waktu
hidrolisis (jam), dan suhu hidrolisis (°C). Parameter yang diamati dari variasi
perlakuan tersebut antara lain kadar protein (metode Lowry), derajat hidrolisis
(metode Ninhidrin), dan aktivitas antioksidan (metode DPPH). Serta dilakukan
tambahan pengamatan terhadap profil SDS-PAGE masing-masing perlakuan.
Aktivitas antioksidan tertinggi menjadi parameter penentu kondisi hidrolisis paling
optimum. Hasil penelitian menunjukkan hidrolisat protein yang dihasilkan
menggunakan pepsin dengan konsentrasi 1% (b/v) dan kondisi hidrolisis pada suhu
39,5°C selama 5 jam menghasilkan aktivitas antioksidan tertinggi. Hidrolisat
protein ini memiliki IC50 = 0,195 ± 0,001 mg/mL atau setara asam askorbat IC50 =
10,635 ± 0,252 ?g/mL. Hidrolisat protein tersebut memiliki kadar protein sebesar
0,871 ± 0,084 mg/mL dan derajat hidrolisis sebesar 2,830 ± 0,057 %. Hidrolisat
protein biji kenari dengan aktivitas antioksidan tertinggi kemudian dikarakterisasi
lebih lanjut. Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui kandungan yang
mempengaruhi aktivitas antioksidan tersebut. Karakterisasi yang dilakukan
meliputi analisis asam amino (metode LCMS/MS), identifikasi peptida melalui
pendekatan proteomik (metode UHPLC-HRMS), identifikasi senyawa selain
peptida (metode UHPL-HRMS), dan studi bioinformatika/in silico.
Hasil analisis asam amino dengan metode LCMS/MS menunjukkan kandungan
asam amino yang tertinggi pada hidrolisat protein berturut-turut yaitu Arg (505,920
mg/kg), Leu (152,189 mg/kg), Ile (43,383 mg/kg), Val (26,119 mg/kg), His (6,592
mg/kg), dan Cys (3,968 mg/kg). Berdasarkan komposisi asam amino ini
mengungkapkan bahwa hidrolisat protein biji kenari mengandung lebih banyak
asam amino esensial dan mengandung asam amino tipe branched-chain amino
acids (BCAA) yaitu Leu, Ile, dan Val.
Hasil identifikasi peptida dengan metode UHPLC-HRMS menunjukkan terdapat 22
peptida yang terkandung dalam hidrolisat protein biji kenari defatted. Peptida
tersebut terdiri dari 6 – 20 asam amino. Sekuens asam amino pada peptida
mengandung asam amino tipe BCAA, terlebih didominasi oleh leusin (L). Selain
sebagai antioksidan, hidrolisat protein ini dapat dimanfaatkan untuk suplementasi
pada pasien ensefalopati hepatik dan rehabilitasi pasien pasca stroke terutama yang
memiliki gejala sarkopenia. Hal ini berdasarkan komposisi asam amino BCAA
sebagai mayoritas penyusun peptida dan dapat membuka peluang lebih besar
tentang potensi pemanfaatan hidrolisat protein biji kenari sebagai nutrasetikal.
Hasil analisis kandungan senyawa dengan metode UHPLC-HRMS
mengidentifikasi 11 senyawa selain peptida pada hidrolisat protein. Sebagian besar
senyawa tersebut didominasi oleh asam lemak dan turunannya. Teridentifikasi pula
senyawa dari golongan asam amino yaitu fenilalanin dan triptofan.
Hasil studi in silico pada prediksi antioksidan menemukan bahwa peptida
EYKLTYYTPEYPTK merupakan peptida bioaktif yang berpengaruh terhadap
aktivitas antioksidan. Peptida ini berperan sebagai penangkap radikal. Hasil
prediksi toksisitas menunjukkan bahwa keseluruhan peptida yang terkandung
dalam hidrolisat protein biji kenari defatted bersifat tidak toksik. Hasil ini
mendukung potensi hidrolisat protein biji kenari defatted untuk dimanfaatkan
sebagai nutrasetikal. Namun, hasil prediksi alergenisitas menunjukkan terdapat 9
peptida yang kemungkinan bersifat alergen. Data ini penting untuk diketahui,
mengingat tujuan pemanfaatan hidrolisat protein biji kenari sebagai nutrasetikal,
sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk memastikan hasil prediksi alergenisitas
tersebut.
Secara keseluruhan hidrolisat protein biji kenari defatted berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan baku produk nutrasetikal dengan aktivitas
antioksidan yang dapat diproduksi sebagai suplemen kesehatan dalam pencegahan
berbagai penyakit degeneratif.