ABSTRAK Andiana Marjayanti
PUBLIC Yoninur Almira BAB 1 Andiana Marjayanti
PUBLIC Yoninur Almira BAB 2 Andiana Marjayanti
PUBLIC Yoninur Almira BAB 3 Andiana Marjayanti
PUBLIC Yoninur Almira BAB 4 Andiana Marjayanti
PUBLIC Yoninur Almira BAB 5 Andiana Marjayanti
PUBLIC Yoninur Almira BAB 6 Andiana Marjayanti
PUBLIC Yoninur Almira PUSTAKA Andiana Marjayanti
PUBLIC Yoninur Almira
LAMPIRAN Andiana Marjayanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan adanya tekanan terhadap
sumber air, baik secara kuantitas maupun kualitas. Kondisi ini diperburuk dengan
adanya fenomena perubahan iklim yang mendorong terjadinya krisis air.
Fenomena krisis air bersih yang terjadi di Kota Pontianak didukung dengan
penurunan kualitas sumber air baku utama. Berbagai upaya penjagaan kualitas
sumber air dilakukan oleh pemerintah, namun belum terdapat upaya signifikan
yang berdampak pada keandalaan kualitas sumber daya air dalam jangka panjang.
Pengunaan kembali air limbah dapat menjadi upaya penjagaan kualitas sumber air
yang berkelanjutan karena mengedepankan prinsip pelestarian daripada
eksploitasi sumber daya air yang tersedia. Penggunaan kembali air limbah
merupakan bagian dari manajemen air di perkotaan yang umumnya diterapkan
pada level individu atau komunitas. Sistem manajemen air perkotaan yang
terdesentralisasi terbukti menjadi solusi yang mengutamakan kondisi
keberlanjutan dan ketahanan dalam pengelolaan sumber daya air. Sehingga,
sistem penggunaan kembali air terdesentralisasi menjadi solusi yang efisien dalam
upaya penjagaan kualitas sumber air di Kota Pontianak. Tujuan penelitian ini
adalah untuk memilih alternatif sistem penggunaan kembali air limbah rumah
tangga terdesentralisasi yang berkelanjutan di Kota Pontianak dengan melakukan
penilaian terhadap kriteria dan indikator penelitian. Metode yang digunakan
adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan kuesioner penilaian
perbandingan berpasangan. Terdapat 6 kriteria dan 23 indikator yang digunakan
dalam pemilihan sistem. Kriteria Sosial (S) menempati tingkat kepentingan
pertama dengan bobot global adalah 0,26. Hal ini menunjukkan bahwa aspek
sosial menjadi indikasi yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan sistem.
Penilaian terhadap indikator menghasilkan 6 indikator prioritas yang terdiri dari
Kesadaran Lingkungan (L2) dengan bobot global 0,128; Manfaat Pengguna (E2)
dengan bobot global 0,111; Penerimaan Publik (S1) dengan bobot 0,099;
Partisipasi Publik (S2) dengan bobot 0,088; Kesesuaian Antara Aturan dan Sosial
Ekonomi Lokal (S3) dengan bobot 0,073; serta Biaya Operasional dan
Pemeliharaan (F2) dengan bobot 0,062. Adapun alternatif terpilih sistem
penggunaan kembali air limbah rumah terdesentralisasi adalah sistem yang
dikelola oleh masyarakat, sehingga fasilitas pendukungnya harus tersebar dan
berada dalam jangkauan pemukiman masyarakat. Adapun tujuan penggunaan airii
reklamasi adalah untuk kegiatan yang non-potable dan menjaga kualitas sumber
air baku di Kota Pontianak. Sistem penggunaan kembali air limbah merupakan
sistem lanjutan dari sistem pengolahan air limbah eksisting berupa IPAL
komunal. Kemudian dilakukan Analisis Skoring untuk penentuan lokasi yang
disarankan sebagai lokasi penerapan sistem. Lokasi harus berada dalam kawasan
permukiman dengan pertimbangan tertentu seperti kawasan permukiman
merupakan kawasan permukiman tepian sungai atau berada dalam kawasan
dengan tingkat risiko sanitasi tinggi. Tolak ukur indikator dengan tingkat
kepentingan tinggi juga menjadi faktor dalam penentuan lokasi. Terdapat 9 lokasi
terpilih yang dipertimbangkan untuk diterapkan sistem penggunaan kembali air
limbah terdesentralisasi di Kota Pontianak, namun hanya terdapat 1 lokasi dengan
prioritas tinggi yaitu Kelurahan Tambelan Sampit, Kecamatan Pontianak Timur.
Adapun dalam mewujudkan penerapan sistem penggunaan kembali air limbah
rumah tangga terdesentralisasi berkelanjutan yang dikelola oleh masyarakat di
Kota Pontianak perlu untuk mempertimbangkan beberapa hal seperti, menetapkan
regulasi yang mendukung sistem secara teknis dan finansial; meningkatkan
kesadaran lingkungan di masyarakat; menyesuaikan tujuan penggunaan kembali
air reklamasi dengan aturan dan nilai lokal; menyediakan kerangka hukum dan
aturan yang jelas di dalam masyarakat; serta melaksanakan pemerataan
pembangunan fasilitas pengolahan air limbah.