digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kecelakaan kerja di industri mayoritas disebabkan oleh rendahnya perilaku keselamatan pekerja. Pada penelitian ini, dikembangkan model perilaku keselamatan pekerja di industri kecil menengah (IKM) dan intervensi untuk meningkatkan perilaku keselamatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh faktor individu dan organisasi, memodelkan perilaku keselamatan, merancang, dan melakukan intervensi beserta evaluasinya di IKM logam. Model dasar yang dikembangkan adalah model Guo dkk. (2018) yang paling merepresentasikan kondisi di IKM Indonesia. Penerapan intervensi dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya pengaruh. Pengembangan model dilakukan dengan mengidentifikasi faktor perilaku keselamatan yang relevan dengan IKM. Penelitian dilakukan dalam empat tahap. Tahap 1 bertujuan untuk mengevaluasi motif ketidakterbukaan (safety silence motive/SSM) dan komunikasi keselamatan sebagai faktor pengembangan yang akan diintegrasikan pada model dasar. Pada tahap ini responden yang dilibatkan sejumlah 67 pekerja dari 29 IKM. Tahap 2 dan 3 bertujuan untuk mengevaluasi pengembangan model perilaku keselamatan IKM serta evaluasi berdasarkan multigrup (Industri Kecil/IK dan Industri Menengah/IM). Pada tahap ini jumlah responden adalah 203 pekerja dari 54 IKM yang berbeda pada tahap sebelumnya. Evaluasi multigrup dilakukan untuk mengevaluasi adanya perbedaan model perilaku keselamatan pada IK maupun IM. Tahap 4 adalah perancangan intervensi dan evaluasi perilaku keselamatan. Penelitian ini menggunakan teknik survei cross sectional study pada pengembangan model perilaku keselamatan dan longitudinal study pada intervensi perilaku keselamatan. Evaluasi tahap 1 dan 2 dilakukan dengan menggunakan partial least square-structural equation modeling (PLS-SEM). Tahap 3 dilakukan evaluasi multigrup berdasarkan skala industri (Multigroup Analysis/MGA-SEM). Pada tahap 4 dilakukan intervensi perilaku keselamatan berdasarkan pada hasil pemodelan. Pada tahap 1 diperoleh hasil; [1]. Komunikasi keselamatan berpengaruh secara langsung terhadap partisipasi keselamatan (?=0,731, p<0,01) dan kepatuhan keselamatan (?=0,709, p<0,01), [2]. SSM berpengaruh secara langsung terhadap komunikasi keselamatan (?=-0,287, p<0,05), [3]. Safety silence motive dapat direfleksikan/dijelaskan oleh SSM-relation (?=0,830, p<0,01), SSM-climate (?=0,811, p<0,01), SSM-issue (?=0,842, p<0,01), dan SSM-job (?=0,521, p<0,01). Tahap 2 dan 3 berdasarkan data 203 responden dari 54 IKM (27 IM dan 27 IK) yang dianalisis dengan metode MGA-SEM menunjukkan perbedaan pengaruh antara IK dan IM pada: pengaruh dukungan sosial terhadap kepatuhan keselamatan (?IK-IM=0,503, p<0,05), tekanan produksi terhadap pengetahuan keselamatan (?IKIM= 0,445, p<0,01), tekanan produksi terhadap partisipasi keselamatan (?IKIM= 0,290, p<0,05), tekanan produksi terhadap kepatuhan keselamatan (?IKIM= 0,547, p<0,01), SSM terhadap komunikasi keselamatan (?IK-IM=0,355, p<0,05), SSM yang dijelaskan oleh SSM-issue (?IK-IM=0,469, p<0,05), SSM yang dijelaskan oleh SSM-job (?IK-IM=0,779, p<0,01). Pada tahap 4 dilakukan perancangan, implementasi, dan evaluasi terhadap indikator intervensi, spesifik pada tingkat kepatuhan pemakaian alat pelindung diri (APD) oleh pekerja pengelasan/juru las. Intervensi terdiri dari dua perlakuan/level yaitu intervensi konten manfaat (level 1) dan konten risiko/bahaya (level 2). Intervensi diberikan melalui pemutaran video dengan konten berupa manfaat pemakaian APD dan risiko/bahaya karena tidak menggunakan APD melalui aplikasi whatsApp pada tiga juru las yang berbeda di lokasi yang berbeda. Efektivitas intervensi dievaluasi berdasarkan kinerja kognitif, afektif, dan konatif. Instrumen pengukuran kognitif dan afektif menggunakan kuesioner yang diukur sebelum dan setelah intervensi. Sementara itu, evaluasi konatif menggunakan pengamatan secara langsung dan random berdasarkan sampling pengamatan secara acak yang dicapture dengan menggunakan closed circuit television (CCTV). Indikator kepatuhan pemakaian APD yang dievaluasi adalah; APD 1 [helm las/topi kulit], APD 2 [google/kaca mata/kedok las], APD 3 [apron (dada+tangan)], APD 4 [sarung tangan–sepasang], APD 5 [masker las], APD 6 [sepatu safety]. Intervensi yang dirancang berdasarkan indikator komunikasi keselamatan. Intervensi konten manfaat pada reaksi kognitif tidak ditemukan perbedaan kepatuhan pemakaian APD secara signifikan pada intervensi manfaat (z=-1,000; p>0,05) dan intervensi risiko (z=-1,000; p>0,05). Pada reaksi afektif tidak ditemukan perbedaan signifikan kepatuhan pemakaian APD pada intervensi manfaat (z=0,000; p>0,05) dan intervensi risiko (z=0,000; p>0,05). Pada reaksi konatif ditemukan perbedaan signifikan kepatuhan pemakaian APD pada intervensi manfaat (?=-0,2094; p<0,05) tetapi tidak ditemukan perbedaan signifikan kepatuhan pemakaian APD pada dan intervensi risiko (?=-0,0200; p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tipe intervensi manfaat menunjukkan adanya efektivitas terhadap perubahan perilaku/aspek konatif. Adanya perbedaan kinerja kepatuhan keselamatan antara reaksi kogntif, afektif dan konatif dikarenakan upaya yang dikerahkan pada masing-masing level reaksi berbeda. Reaksi konatif merepresentasikan perilaku/tindakan riil juru las/partisipan dibandingkan dengan pengetahuan (kognitif) maupun itikad/keinginan (afektif) dalam memakai APD. Reaksi konatif lebih dinamis dibandingkan dengan reaksi kognitif dan afektif. Oleh karena itu, memastikan efektivitas perubahan perilaku terkait kepatuhan terhadap APD dibutuhkan evaluasi pada reaksi konatif di IKM Pengolahan Logam Jawa Timur.